Rabu, 06 Mei 2009

UNDANG-UNDANG ABORSI

UNDANG-UNDANG BEBAS ABORSI
Sebelumnya kami awali terlebih dahulu sedikit tentang aborsi. Kurang lebih pengertian aborsi disini yaitu menggugurkan kandungan atau mengeluarkan bayi yang ada dalam kandungan sebelum waktunya. Nah apa tujuanannya ...???.
Dizaman yang moderen sekarang ini kebanyakan tujuan dari menggugurkan kandungan yaitu untuk membunuh si cabang bayi yang tak berdosa. Kebanyakan dari pelakunya sekarang ini anak muda, bahkan malah malah para pelajar atau mahasiswa yang tidak bertanggung jawab atas perbuatannya. Orang sekarang bilan ”mau buat ko gak mau nerima”.
Dengan demikian sampai sekarang ini setau penulis artikel ini belum ada ahli aborsi atau bahkan dokter aborsi yang legal untuk menggugurkan kandungan. Seandainya ada pun itu secara tersembunyi, karena pemerintah melarang dan undang undangnya yang menyatakan sah untuk aborsi juga belum ada. Entah belum ada atau gak bakalan ada.
Untuk lebih jelasnya baca keterangan dibawah ini.
Bebas Aborsi di Rancangan Undang-undang Kesehatan
Gizi.net - Peluang interpretasinya, begitu banyak. Maka, Tamsil Linrung, pun menilai ada pasal-pasal di Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang mempunyai peluang disalahgunakan untuk mengesahkan praktik aborsi.

RUU ini adalah inisiatif dari DPR. Sidang Paripurna telah membahasnya, dan akan dibahas intensif secara terbatas di Komisi IX. Menurut Tamsil, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), ada dua pasal yang mempunyai peluang disalahgunakan untuk melegalkan praktik aborsi. Dua pasal itu, yaitu Pasal 73 dan 77. Dua pasal ini memuat ide-ide soal kebebasan reproduksi tanpa paksaan dan kekerasan.

Tamsil menilai pasal-pasal tersebut bersifat multiinterpretasi. Kata Tamsil, wacana soal aborsi dalam RUU ini bermula dari isi pasal 73 soal hak kesehatan remaja. Di pasal itu disebutkan, pemerintah wajib menjamin bahwa remaja dapat memperoleh edukasi dan informasi mengenai kesehatan remaja, termasuk kesehatan reproduksi. Pasal ini, terang dia, masih bersifat umum dan belum secara kuat menggulirkan wacana aborsi.

Menurut Tamsil, pasal 77-lah yang berpotensi mengarah pada legalisasi praktik pengguguran kandungan itu. Pasal 77, yang merupakan penjelasan pasal 73, menerangkan bahwa setiap warga Indonesia berhak untuk memperoleh kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, bebas dari paksaan atau kekerasan (poin a).

Poin-poin berikutnya dari pasal 77 ini memberi penegasan lebih kuat. Disebutkan, bahwa setiap orang mempunyai hak menentukan kehidupan reproduksinya bebas dari diskriminasi, paksaan atau kekerasan (poin b). Setiap orang juga mempunyai hak secara bertanggung jawab menentukan sendiri kapan dan seberapa sering ingin bereproduksi (poin c).

Poin-poin itu, kata Tamsil, memang tak eksplisit menyebut soal pelegalan aborsi. Tapi, menurutnya, pasal-pasal tersebut berpotensi untuk dijadikan justifikasi praktik aborsi. ''Hal itu sudah dilakukan di berbagai negara,'' tutur Tamsil Linrung kepada Republika, Selasa (23/8).

Alasannya, kata Tamsil, lantaran pasal-paasaal itu kelimatnya bersayap, ''sehingga multiinterpretasi.'' Sejauh ini, lanjut Tamsil, draf RUU Kesehatan belum memasuki tahap pembahasan. Bahkan Panitia Kerja (Panja) RUU ini belum dibentuk. ''Baru pemandangan beberapa fraksi saja,'' tuturnya.

Sejauh ini, terangnya, dokter-dokter di Indonesia memang belum memiliki payung hukum untuk melakukan tindakan aborsi terhadap pasien. Namun, dalam berbagai kesempatan, praktik aborsi terus berlangsung terutama untuk menggugurkan kandungan wanita korban kekerasan (perkosaan). Untuk kasus ini, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa, membolehkan praktik aborsi untuk korban pemerkosaan. Meski demikian UU yang berlaku kini tetap melarang aborsi. Dokter atau bidan yang kedapatan melakukan aborsi terancam hukuman penjara tujuh tahun.

Meski demikian, Tamsil berpendapat bahwa praktik aborsi boleh-boleh saja dilakukan, namun dengan pengecualian yang amat ketat. Pengguguran kandungan kelak hanya diperbolehkan bagi wanita korban pemerkosaan. Kata dia, perlu dibuat pasal tersendiri soal itu dan dijelaskan secara tegas. ''Jadi, selain korban pemerkosaan tak boleh aborsi,'' imbuhnya.

Menurut Tamsil, pasal-pasal yang dimungkinkan akan dijadikan sebagai alat untuk melegalkan praktik aborsi akan diubah. ''Dalam pandangan fraksi-fraksi, banyak fraksi yang sepakat ada klausul khusus soal aborsi terbatas,'' kata Tamsil.

Realitas aborsi, menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Farid Anfasa Muluk, merupakan dilema yang amat pelik di masyarakat. Di satu sisi, aborsi bertentangan dengan moralitas dan etika, namun pada kenyataannya praktik ini tak terhindarkan. Menurut Farid, banyak remaja atau ibu-ibu rumah tangga --karena himpitan ekonomi misalnya-- hamil di luar keinginan, lalu diaborsi.

''Celakanya, aborsi ini dilakukan oleh tenaga-tenaga tidak profesional, seperti dukun. Dampaknya terbukti amat serius. Mereka mengalami infeksi bahkan kematian maternal,'' tuturnya sembari menyatakan bahwa kasus-kasus seperti itu banyak terjadi. Padahal, kata Farid, jika aborsi dilakukan oleh tenaga kedokteran yang profesional, maka risiko ini bisa jauh dieliminasi.

Farid menegaskan bahwa IDI tidak mendorong legalisasi praktik aborsi. Hanya, masalah ini terus menjadi dilema dan masyarakat berpotensi menjadi korban. Di sisi lain, UU juga dituntut memberikan jawaban atas persoalan masyarakat. ''Jawaban sementara saya, aborsi boleh dilakukan tapi dengan amat terbatas,'' terang dia.

Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, menyatakan belum mengetahui adanya pasal-pasal menyangkut soal aborsi pada RUU Kesehatan. Kata Siti, draf RUU tersebut bukan usulan dari Depkes, tapi mungkin usulan masyarakat yang disampaikan ke DPR.

''Saya tidak tahu dan belum baca RUU tersebut. Jadi saya tidak bisa berkomentar apa-apa. Saya malah nggak percaya kalau aborsi diperbolehkan,'' tutur dia kepada Republika, Selasa (23/8) usai Rakor Kesra di Gedung Menko Kesra, Jakarta.

(Copyed : Farid wahid )
Sumber: http://www.republika.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar