Minggu, 26 April 2009

TAFSIR AL MISBAH TENTANG AL FATIHAH

Surah Al Fatihah

Identitas kitab tafsir Al Misbah :
1. Judul : Tafsir Al Misbah
2. Pengarang : M. Quraish Shihab
3. Penerbit : Lentera Hati, Jakarta 2002
4. Tebal buku : 624 hal
5. Volume : 1

AYAT PERTAMA
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang."

Ayat pertama Surah Al Fatihah adalah lafadz Basmalah seperti yang tertulis di atas,ini menurut pendapat Imam Syafi'i yang sudah masyhur di kalangan para Ulama'. Walaupun ada sebagian ulama' seperti Imam Malik yang berpendapat bahwa Basmalah bukan termasuk ayat pertama Surah Al Fatihah, sehingga tidak wajib dibaca ketika shalat saat membaca Surah Al Fatihah.
Basmalah merupakan pesan pertama Allah kepada manusia, pesan agar manusia memulai setiap aktivitasnya dengan nama Allah. Hal ini ditunjukkan oleh penggunaan huruf "ب" pada lafadz "بسم". Lafadz Ar-Rahman ar-Rahim adalah dua sifat yang berakar dari kata yang sama. Agaknya kedua sifat ini dipilih karena sifat inilah yang paling dominan. Para ulama' memahami kata Ar-Rahman sebagai sifat Allah yang mencurahkan rahmat yang bersifat sementara di dunia ini, sedang ar-Rahim adalah rahmat-Nya yang bersifat kekal. Rahmat-Nya di dunia yang sementara ini meliputi seluruh makhluk, tanpa kecuali dan tanpa membedakan antara mukmin dan kafir. Sedangkan rahmat yang kekal adalah rahmat-Nya di akhirat, tempat kehidupan yang kekal, yang hanya akan dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi kepada-Nya.

AYAT 2
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالمَِيْنَ
"Segala puji hanya bagi Allah pemelihara seluruh alam."

Kata Hamd atau pujian adalah ucapan yang ditujukan kepada yang dipuji atas sikap atau perbuatannya yang baik walaupun ia tidak memberi sesuatu kepada yang memuji. Inilah bedanya antara hamd dengan syukur. Ada tiga unsure dalam perbuatan yang harus dipenuhi oleh yang dipuji sehingga dia wajar mendapat pujian, yaitu : indah(baik), dilakukan secara sadar, dan tidak terpaksa atau dipaksa. Kata al-hamdu, dalam surah al-Fatihah ini ditunjukkan kepada Allah. Ini berarti bahwa Allah dalam segala perbuatan-Nya telah memenuhi ketiga unsure tersebut di atas.
Kalimat Robbil 'aalamin, merupakan keterangan lebih lanjut tentang layaknya segala puji hanya bagi Allah. Betapa tidak, Dia adalah Robb dari seluruh alam. Al-hamdu lillahi robbil'alamin dalam surah al-Fatihah ini mempunyai dua sisi makna. Pertama berupa pujian kepada Allah dalam bentuk ucapan, dan kedua berupa syukur kepada Allah dalam bentuk perbuatan.

AYAT 3
الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
"Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."

Pemeliharaan tidak dapat terlaksana dengan baik dan sempurna kecuali bila disertai dengan rahmat dan kasih sayang. Oleh karena itu, ayat ini sebagai penegasan kedua setelah Allah sebagai Pemelihara seluruh alam. Pemeliharaan-Nya itu bukan atas dasar kesewenangan-wenangan semata, tetapi diliputi oleh rahmat dan kasih sayang.

AYAT 4
مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
"Pemilik hari pembalasan."

"Pemelihara dan Pendidik yang Rahman dan Rahiim boleh jadi tidak memiliki (sesuatu). Sedang sifat ketuhanan tidak dapat dilepaskan dari kepemilikan dan kakuasaan. Karena itu kapamilikan dan kakuasaan yang dimaksud perlu ditegaskan. Inilah yang dikandung oleh ayat keempat ini,maaliki yaumiddin." Demikian al-Biqa'i menghubungkan ayat ini dan ayat sebelumnya.
Ayat di atas menyatakan bahwa Allah adalah Pemilik atau Raja hari kemudian. Paling tidak ada dua makna yang dikandung oleh penegasan ini, yaitu:
Pertama, Allah yang menentukan dan Dia pula satu-satunya yang mengetahui kapan tibanya hari tersebut.
Kedua, Allah mengetahui segala sesuatu yang terjadi dan apapun yang terdapat ketika itu. Kekuasaan-Nya sedemkian besar sehingga jangankan bertindak atau bersikap menentang-Nya, berbicara pun harus dengan seizing-Nya.

AYAT 5
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
"Hanya kepada-Mu Kami mengabdi dan hanya kepada-Mu Kami meminta pertolongan."

Kalimat "Hanya kepada-Mu Kami mengabdi dan hanya kepada-Mu Kami meminta pertolongan", adalah bukti bahwa kalimat-kalimat tersebut adalah pengajaran. Allah mengajarkan ini kepada kita agar kita ucapkan, karena mustahil Allah yang Maha Kuasa itu berucap demikian, bila bukan untuk pengajaran.
Banyak sekali pesan yang dikandung kata iyyaka dan na'budu. Secara tidak langsung penggalan ayat ini mengecam mereka yang mempertuhan atau menyembah selain Allah, baik masyarakat Arab ketika itu maupun selainnya. Penggalan ayat mengecam mereka semua dan mengumandangkan bahwa Allah lah yang patut disembah dan tidak ada sesembahan yang lain.
Selain itu dalam meminta pertolongan kita tidak dapat mengabaikan Allah dalam peranan-Nya. Permohonan bantuan kepada Allah agar Dia mempermudah apa yang tidak mampu diraih oleh yang bermohon dengan upaya sendiri. Para ulama mendefinisikannya sebagai "Penciptaan sesuatu yang dengannya menjadi sempurna atau mudah pencapaian apa yang diharapkan." Dari penjelasan di atas terlihat bahwa permohonan bantuan itu, bukan berarti berlepas tangan sama sekali. Tetapi Kita masih dituntut untuk berperan, sedikit atau banyak, sesuai dengan kondisi yang dihadapi.

AYAT 6
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ
"Bimbing (antar)lah Kami (memasuki) jalan lebar dan luas."

Setelah mempersembahkan puja puji kepada Allah dan mengakui kekuasaan dan kepemilikan-Nya, ayat selanjutnya merupakan pernyataan tentang ketulusan-Nya beribadah serta kebutuhannya kepada pertolongan Allah. Maka dengan ayat ini sang hamba mengajukan permohonan kepada Allah, yakni bimbing dan antarkanlah Kami memasuki jalan yang lebar dan luas.
Shiroth di sini bagaikan jalan tol yang lurus dan tanpa hambatan, semua yang telah memasukinya tudak dapat keluar kecuali setelah tiba di tempat tujuan. Shiroth adalah jalan yang lurus, semua orang dapat melaluinya tanpa berdesak-desakan. Sehingga shiroth menjadi jalan utama untuk sampai kepada tujuan utama umat manusia, yaitu keridloan Allah dalam setiap tingkah laku.

AYAT 7
صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ
"(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat."

Kata ni'mah/nikmat yang dimaksud di sini adalah nikmat yang paling bernilai yang tanpa nikmat itu, nikmat-nikmat yang lain tidak akan mempunyai nilai yang berarti, bahkan dapat menjadi niqmah atau bencana jika tidak bisa mensyukuri dan menggunakannya dengan benar. Nikmat tersebut adalah nikmat memperoleh hidayah Allah serta ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka yang taat melaksanakan pesan-pesan Ilahi yang merupakan nikmat terbesar itu, mereka itulah yang masuk dan bisa melalui shiroth al-mustaqim.
Mengenai yang disebut dengan al-maghdhub 'alaihim,ayat ini tidak menjelaskan siapakah orang-orang tersebut, tetapi rasulullah telah memberi contoh konkret,yaitu orang-orang Yahudi yang mengerti akan kebenaran tetapi enggan melaksanakannya.
Demikian ayat terakhir surah al-Fatihah ini mengajarkan manusia agar bermohon kepada Allah, kiranya ia diberi petunjuk oleh-Nya sehingga mampu menelusuri Shiroth al-mustaqim, jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang sukses di dunia maupun di akhirat. Ayat ini juga mengajarkan kaum muslimin agar selalu optimis menghadapi hidup ini, bukankah nikmat Allah selalu tercurah kepada hamba-hamba-Nya?

KESIMPULAN

Surah al-Fatihah (pembukaan) yang diturunkan di Makkah yang terdiri atas 7 ayat ini adalah surah yang pertama-tama diturunkan dengan sempurna satu surah. Disebut dengan al-Fatihah karena merupakan pembuka dalam Al-Qur'an. Dinamakan juga sebagai Ummul Qur'an karena di dalamnya mencakup kandungan tema-tema pokok semua ayat Al-Qur'an. Yang di antaranya mencakup aspek keimanan, hukum, dan kisah.
Alasan mengapa al-Fatihah diletakkan di awal Al-Qur'an seperti yang diuraikan oleh Syekh M. Abduh adalah kandungan Surah al-Fatihah yang bersifat global yang dirinci oleh ayat-ayat lain sehingga ia bagaikan mukaddimah atau pengantar bagi kandungan surah-surah Al-Qur'an.
Tujuan utama dari surah al-Fatihah adalah menetapkan kewajaran Allah untuk dihadapkan kepada-Nya segala pujian dan sifat-sifat kesempurnaan, dan meyakini kepemilikan-Nya atas dunia dan akhirat serta kewajaran-Nya untuk disembah dan dimohonkan dari-Nya pertolongan, dan nikmat menempuh jalan yang lurus sambil memohon terhindar dari jalan orang yang binasa. Inilah tujuan utama dan tema pokok surah al-Fatihah, dan yang lainnya adalah cara-cara untuk mencapainya.

HADIS TENTANG ISTIQOMAH

HADIS TENTANG ISTIQOMAH

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : سُئِلَ النَّبِيُّ صلم أَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلىَ اللهِ قَالَ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ وَقَالَ اكْلَفُوْا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيْقُوْنَ. (رواه البخارى)

Artinya :” Dari Aisyah r.a. berkata : Nabi pernah ditanya :”Manakah amal yang paling dicintai Allah? Beliau bersabda :”Yang dilakukan secara terus menerus meskipun sedikit”. Beliau bersabda lagi :”Dan lakukanlah amal-amal itu, sekadar kalian sanggup melakukannya.” (HR. Bukhari)
Allah menganugerahi para auliya’ kekuatan yang manusia lain tidak mampu melakukannya, dan karamah yang terbaik adalah kesuksesan yang terus menerus. Bagi manusia biasa adalah dengan menjaga kesinambungan perilaku-perilaku yang baik, pada cara atau arah yang benar. Misalnya : tidak baik bila shalat 100 rakaat pada hari ini, 2 rakaat esok hari, kemudian tidak shalat sama sekali pada lusanya, lalu 50 rakaat pada hari selanjutnya. Yang terbaik adalah ibadah secara berkesinambungan. Jika sekarang shalat 5 kali sehari, lanjutkan terus dengan shalat 5 kali sehari. Jangan melakukan terlalu banyak pada suatu hari untuk kemudian berhenti selama sebulan. Sabda Nabi, “Jika kalian meraih istiqomah/konsistensi, itulah sebuah karamah, kekuatan yang Allah anugerahkan dalam hati kalian.”
َوعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : لِى رَسُوْلُ اللهِ صلم يَا عَبْدَ اللهِ لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ كَانَ يَقُوْمُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ. (متفق عليه)

Artinya :” Dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a. dia berkata : Rasulullah SAW bersabda :” wahai Abdullah janganlah kamu seperti Fulan, dia melakukan sholat tahajjud, lalu meninggalkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kebosanan juga bisa menyerang kita saat beribadah. Hal ini sudah dirasakan oleh sahabat pada masa rasulullah. Melakukan ibadah dengan interval yang terlalu dekat dan dengan jumlah yang terlalu banyak dapat membuat pikiran kita jenuh yang selanjutnya akan mempengaruhi kita untuk meninggalkannya dalam beberapa saat sehingga akan merusak kualitas ibadah kita yang paling utama, yaitu istiqomah.



DAFTAR PUSTAKA

Labib, 1994. Samudra Pilihan Hadis “Shahih Bukhari”. Surabaya: Anugrah.
Syafe’i, Rahmat, 2003. al-Hadis (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum). Bandung : Pustaka Setia.
www.tazkirohcorner.com

HADIS TENTANG IKHLAS

A. HADIS TENTANG IKHLAS


عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِءٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلىَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلىَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلىَ دُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ إِلىَ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلىَ مََا هَاجَرَ إِلَيْهِ. (رواه مسلم)

Artinya :” Dari Umar bin Khottob r.a. berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :”Bahwasanya semua perbuatan itu tergantung dengan niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya niat karena Allah SWT dan Rasulnya, maka balasan hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya. Dan barang siapa yang hijrahnya niat untuk mendapatkan dunia atau untuk mendapatkan dunia atau untuk mendapatkan wanita yang hendak dinikahinya, maka balasan hijrahnya adalah apa yang dia niatkan dalam berhijrah.” (HR. Muslim)
Asbabul wurud hadis tersebut adalah jawaban Nabi atas pertanyaan salah seorang sahabat berkenaan dengan peristiwa Hijrah, Rasulullah SAW hijrah ke Madinah diikuti oleh sebagian besar sahabat. Dalam hijrah itu ada seorang sahabat yang hijrah karena mengikuti keinginan seorang wanita yang hanya mau dinikahi kalau berada di Madinah. Berkenaan dengan niat, sebagian Ulama’ mendefinisikannya secara syara’ sebagai berikut :
“Niat adalah bersengaja untuk berbuat sesuatu disertai (bebarengan) dengan perbuatannya.” Dalam perspektif Islam, ikhlas adalah melakukan semua billah dan lillah. Sholat atau ibadah lain dikatakan ikhlas jika dikerjakan untuk Allah dan
sadar karena Allah (la haula wa la quwwata illa billah).
Para Ulama’ telah bersepakat bahwa niat sangat penting dalam menentukan sah atau tidaknya suatu ibadah. Niat merupakan rukun pertama dalam setiap melakukan ibadah.

وَعَنْ اَبىِ هُرَيْرَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَانِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صلم : إِنَّ اللهَ تَعَالى لاَ يَنْظُرُ إِلىَ أَجْسَامِكُمْ وَلاَ إِلىَ صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلىَ قُلُوْبِكُمْ. (رواه مسلم)

Artinya :” Dari Abi Hurairah dari Abdirrahman bin Shohr r.a. dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh atau gambarmu akan tetapi Dia melihat pada hatimu.” (HR. Muslim)
Niat atau motivasi itu bertempat di hati, siapapun tidak akan mengetahui motivasi apa yang ada dalam hati seseorang saat ia mengerjakan sesuatu, kecuali dirinya dan Allah saja. Dengan demikian, seseorang yang melakukan suatu amal yang dipandang menurut pandangan manusia, tetapi motivasinya salah atau tidak ikhlas, hal itu akan sia-sia karena Allah tidak melihat bentuk dzahirnya, tetapi melihat niat dalam hatinya, seperti yang telah termaktub dalam hadis di atas.

Tafsir Al-Quran tentang nabi muhammad

TARSIR AYAT-AYAT AL-QURAN TENTANG NABI MUHAMMAD

BAB 1
PENDAHULUAN
Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah yang telah memberikan hidayah dan ma’unah kepada kita sehingga dapat melaksanakan tugas sehari-hari degan baik. Shalawat dan salam selalu dihaturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memposisikan kita pada jalan yang terbaik, karena tanpa adanya beliau jalas kita tidak bisa membedakan antara yang halal dan yang haram, dengannya kami bisa hidup damai, tentram, dan toleran, baik kepada ummat islam itu sendiri ataupun kepada non islam.


BAB 1
PEMBAHASAN

PENGERTIAN
Al-Quran adalah merupan kitab Allah yang diturunkan kepada ummat islam agar selalu dijadikan bahan rujukan dalam segala aspek sosial dan budaya. Dalam Al-Quran itu sendiri tidak semua orang bisa memahami bagitu saja, oleh karena itu penafsiran dan penerjemahan atas sebuah teks ,selalu diasumsikan adanya teks yang terlibat, yaitu dunia pengarang, dunia teks dan pembaca.
Setiap orang yang hendak menafsirkan Al-Quran sangatlah membutuhkan ilmu bantu. Ilmu-ilmu yang dimaksud adalah ilmu Badi’, Ilmu qira’at, Asbab al Nuzul, Nasikh dan Mansukh dan lain-lain. Ilmu-ilmu tersebut termasuk dalam ilmu-ilmu Al-quran yang tidak dapat dipisahkan.

QS. Ali Imran: 81
    •                                
81. Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa Kitab dan hikmah Kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu".para nabi berjanji kepada Allah s.w.t. bahwa bilamana datang seorang Rasul bernama Muhammad mereka akan iman kepadanya dan menolongnya. perjanjian nabi-nabi Ini mengikat pula para ummatnya.
Imam Zujaj berpendapat bahwa yang di maksud dengan ayat di atas adalah apabila Allah menuntut janji kepada Nabinya khususnya sebelum mereka menyampaikan kitab Allah dan misi-misinya kepada hambanya untuk saling membenarkan antara satu dengan yang lain dan menuntut janji terhadap semua Nabinya untuk mengimani Nabi yang akan datang setelahnya, dan agar saling menolong dengan yang lain.
Menurut Ali , Ibn Abbas, Qatadah, As-Sadi bahwa yang di maksud dengan ayat di atas adalah bahwasanya Allah menuntut janji pada para Nabinya mengenai utusan Muhammad agar supaya antara satu dengan yang lain saling menjelaskan sifat-sifat dan keutamaan Muhammad

QS. Al-A’raf: 158
  •     •                 •      •   
158. Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".

Ayat ini menunjukkan kemukjizatan Nabi Muhammad SAW. Yang benar-benar Nbi, Adapun mukjizatnya yaitu ada dua macam
1. Mukjizat yang yang nampak pada diri Nabi Muhammad SAW, seorang laki-laki yang Ummi , dia tidak belajar kepada seorang guru, tidak pula mengaji kitab dan tidak pula berguru kepada Ulama’, maka Aallah membuka pintu pengetahuan dan bisa memahami Al-quran yang memuat tentang orang-orang terdahulu dan sekarang.
2. Mukjizat yang nampak diluar kesadaran nabi Muhammad seperti Terbelahnya Bulan menjadi dua dan mengalirnya air di antara jari-jarinya. Inilah mukjizat nabi yang bebar-benar tida bisa di jangkau oleh Akal dan di luar kemampuan manusia.





QS. Al-Ahzab: 21
                 
21. Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Ayat ini menunjukkan bahwa rasulullah adalah panutan Ummah yang wajib diikuti dalam urusan agama dan tidak wajib (sunnah) dalam uurusan dunia.

QS. Al-Ahqaf: 9
               •          
9. Katakanlah: "Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan Aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan Aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan".
Katakanlah wahai utusan yang paling mulia kepada mereka, tidaklah saya seorang utusan yang pertama, maka janganlah mengingkari berita-berita yang telah aku bawa karena saya adalah utusan Allah yang diutus kepada kalian semua, bahwasanya sifat saya seperti halnya sifat rasul sebelumnya, janganlah mengingkari ajakanku kepada Allah dan saya mencegah kalian untuk menyembah berhala-berhala.
Menurt Ikrimah, dan Abu Hayyat. Ayat ini menunjukkan, Saya tidak tahu apa yang akan saya perbuat, apakah saya mati, atau saya terbunuh seperti terbunuhnya para nabi sebelumnya, dan saya tidak tahu pula apa yang akan kalian perbuat, wahai para pendusta apakah kamu ingin dilempari batu dari langi atau di tenggelamka di bumi atau disiksa sebagaimana orang-orang sebelumnya.


KESIMPULAN
Nabi Muhammad adalah sosok Nabi yang mempunyai keistimiwaan yang sangat lebih, kharisma yang tinggi, Arif dan bijaksana. Dengan mu’jizat yang dimiliki beliau juga bisa melakukan apa saja yang diinginkan, seperti memecahkan bulan menjadi dua, keluar air di antara jari-jarinya, orang yang buta bisa melihat, hewan bisa bicara dan lain-lain.




DAFTAR PUSTAKA
1. Syekh Muhammad bin umar Nawawi Al jawi, Mirah Al baid liksyfi ma’na Al-hadst, juz 1-2, Dar Al-kotob Al-Ilmiyah, Beirut-lebanun.
2. Muhammad Ali AShabuni, Shapwa Al-tafasir, Jakarta kalibata timur 1/21

Jumat, 17 April 2009

prinsip dasar perkawinan

Prinsip Dasar Perkawinan

Di zaman sekarang ini, banyak kalangan muda yang menikah di usia dini. Tetapi apakah mereka sudah mengfetahui secara dalam tentang pernikahan. Kebanyakan yang terjadi para kalangan muda menganggap istri hanya sebagai pendamping hidup mereka masing masing. Dan kurang terlalu memperhatikan prinsip yang harus dijalani dalam pernikahan.
Dalam islam menikah bukanlah seperti itu. Tetapi mulai dari memilih calon istri sampai duduk di pelaminan sebenarnya ada aturan aturan yang harus dilaksanakan. Setidaknya apa yang jadi kewajiban harus terlaksana seperti yang telah di ajarkan rasulullah. Adapun prinsip prinsip dalam menikah yaitu :

Prinsip-prinsip dasar perkawinan harus diketahui oleh mereka yang
sudah mempersiapkan diri dalam jenjang pernikahan, bagi yang belum
mempelajarinya juga tidak ada salahnya dan bagi yang sudah menikah
akan membuat semakin kokoh perkawinannya. Prinsip itu adalah:

a. Dalam memilih calon suami/isteri, faktor agama dan akhlak calon
pasangan harus menjadi pertimbangan pertama sebelum keturunan, rupa
dan harta, sebagaimana diajarkan oleh Rasul.

"Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan, kekayaannya, nasabnya,
kecantikannya dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama niscaya
kalian beruntung." (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

"Pilihlah gen bibit keturunanmu, karena darah (kualitas manusia) itu
menurun." (H.R. Ibnu Majah)

b. Bahwa nikah atau hidup berumah tangga itu merupakan sunnah Rasul
bagi yang sudah mampu. Dalam kehidupan berumah tangga terkandung
banyak sekali keutamaan yang bernilai ibadah, menyangkut aktualisasi
diri sebagai suami/isteri, sebagai ayah/ibu dan sebagainya. Bagi yang
belum mampu disuruh bersabar dan berpuasa, tetapi jika dorongan nikah
sudah tidak terkendali padahal ekonomi belum siap, sementara ia takut
terjerumus pada perzinaan, maka agama menyuruh agar ia menikah saja,
Insya Allah rizki akan datang kepada orang yang memiliki semangat
menghindari dosa, entah dari mana datangnya (min haitsu la yahtasib).

Nabi bersabda:
"Wahai pemuda, barang siapa diantara kalian sudah mampu untuk menikah
nikahlah, karena nikah itu dapat mengendalikan mata (yang jalang) dan
memelihara kesucian kehormatan (dari berzina), dan barang siapa yang
belum siap, hendaknya ia berpuasa, karena puasa bisa menjadi obat
(dari dorongan nafsu)." (H.R. Bukhari Muslim)

"Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak nikah diantara hamba-hamba sahayamu yang laki
dan yang perempuan. Jika mereka fakir, Allah akan memampukan mereka
dengan karunia Nya. Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha
Mengetahui." (Surat al Nur, 32)

Selasa, 07 April 2009

Fenomena Syirik

HAKIKAT dan FENOMENA SYIRIK di DUNIA MODERN

Syirik termasuk persoalan bid’ah paling besar dalam kehidupan manusia yang perlu ditangani dengan sungguh-sungguh. Syirik bisa saja dilakukan oleh siapapun. Apabila seseorang menyekutukan Allah Swt dengan sesuatu makhluk-Nya, baik dengan sadar atau tidak, memiliki kepercayaan dan i’tikad dalam ubudiyah, uluhiyyah dan rububiyyah, maka ia telah berbuat syirik.
Dalam persoalan politik pun, manusia bisa saja berbuat syirik dengan cara mistifikasi politik, yaitu penyimpangan dalam permasalahan politik yang sebenarnya. Dimana persoalan politik yang bersifat rasional, zhahiriyyah, ikhtiyariyah dan taklifi (tindakan-tindakan amaliyah dan syar’i) menjadi tindakan yang misteri, pakem, kabur, teka-teki, penuh mitos dan takhayyul.
Proses mistifikasi dalam dunia politik menurut Kertzer (1988: 48), merupakan hal biasa sebagai upaya mengelabui realitas sosial guna menggalang dan mendulang dukungan politik seluas-luasnya. Bahkan Geertz (1977:168) mengatakan, “a world wholly demyistified is a world the politicised.” Artinya, tidak ada dunia politik yang tidak mengalami proses mistifikasi, entah di negara maju yang dikenal demokratis maupun di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang penuh mistis dan mitos.
Mistifikasi Politik di Indonesia; Dulu dan Sekarang
Dalam laporannya kepada Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1914 D.A. Rinkes, penasehat urusan bumi putera, mengatakan bahwa umat Islam suka melakukan mistifikasi. Rinkers merujuk pada tersebarnya secara luas mistisisme dan aliran-aliran tarekat dan secara khusus ia merujuk pada mistifikasi politik SI (Sarekat Islam) yang pada waktu itu menjadi gerakan yang populer dengan mengangkat gerakan Hangabei dan mitos Ratu Adil. Karena
pada waktu itu, ketika SI menghadapi masalah ekonomi berupa persaingan dengan usahawan Cina, pemecahan politiknya ditempuh dengan mengangkat Pangeran Hangabei untuk menarik anggota. Dan ketika Tjokroami-noto memimpin SI menggantikan Haji Samanhudi, ia dipublikasikan dan dikultuskan sebagai “Ratu Adil”; juru selamat, sehingga menarik simpati orang-orang awam (Kuntowijoyo, 2001:342).
Selain kultus pribadi dengan mitos “Ratu Adil”, SI juga melakukan manuver politiknya dengan menggunakan sumpah. Pada awal SI berdiri tahun 1912 anggota SI mencapai 20.000 orang, hanya setengah tahun setelah berdiri. Mereka yang masuk SI disumpah setia pada organisasi dengan cara minum air dan berkata, “Saya ber-sumpah, jikalau saya cederai perjanjianku, air ini biar jadi racun dalam tubuhku.” Rupanya sumpah bagi mereka dengan “Demi Allah” tidak cukup, sedangkan dengan “minum air” terasa lebih kongkret dan lebih mudah mengingatkan.
Syirik modern dengan mistifikasi politik seperti gaya SI di atas, pada masa Orde Baru dan Reformasi ini masih saja dipraktekkan. Kita tahu bahwa Soeharto, untuk melanggengkan kekuasannya harus membeli dan mengumpulkan paranormal yang terbaik dari Banten sampai Solo. Kita masih ingat ketika pendukung fanatik Megawati berani “cap jempol darah” sebagai bentuk kesetiaan kepada Megawati. Gus Dur dipandang oleh pengikutnya sebagai wali atau “manusia setengah dewa”. Apapun julukannya, massa NU menganggap Gus Dur mutlak tidak mungkin salah, dan mereka tidak peduli dengan program dan platform PKB.
Dalam koran Kedaulatan Rakyat edisi 17 Juni 1999 M dimuat berita tentang pernyataan Bendahara Umum PKB bahwa untuk menghindari money politics terutama kecurangan dalam pemilihan presiden, anggota legislatif dari PKB akan disumpah (bai’at) oleh kyai agar tetap setia kepada garis-garis partai. PKB yakin bahwa sumpah demikian efektif. Siapa melanggar sumpah akan masuk neraka.
Selain sumpah dan kultus individu, PKB juga melakukan mistifikasi politik dengan pemanfatan para Kyai Langitan sebagai political broker, juga penggunaan jasa jin dalam suksesi politik dan pemilu.
Pemanfaatan Kyai dan Penggunaan Jasa Jin dalam Politik
Menurut sejarawan Saletore, peranan kyai (ulama) dalam struktur masyarakat muslim termasuk golongan elite politics, karena kyai sebagai penafsir hukum Tuhan. Selain itu, berkat pengetahuan agama, mereka dijadikan rujukan dan mitra politik bagi elit penguasa. Sosiolog Amerika yang pernah melakukan penelitian masyarakat muslim jawa, Clifford Geertz mengatakan bahwa kyai adalah cultural broker bagi masyarakatnya. Sebagai pemimpin spiritual yang selalu dimintai restu dan sebagai pemimpin masyarakat yang pendapatnya sebagai rujukan.
Berdasarkan tesis di atas maka dalam dunia politik Indonesia, peranan kyai menjadi political broker (makelar politik). Seorang calon presiden harus sowan dan minta restu dari para kyai. Artinya hubungan kyai dengan masyarakat adalah hubungan sacral, dan jika ditarik pada kepentingan politik menjadi persoalan ibadah wajib, hubungan publik menjadi hubungan personal. Ini adalah mistifikasi politik memanfaatkan karisma kyai untuk kepentingan politik. Hal ini terlihat dalam perilaku politik elit PKB dan NU. Bagaimana taatnya pengurus partai kepada pendapat Kyai Langitan yang pendapatnya didasarkan pada wangsit.
Rupanya penggunaan jasa jin untuk kepentingan pribadi dan umum sudah biasa dikalangan warga Nahdiyin. Banyak pesantren-pesantren NU yang memelihara jin sebagai khadam (pelayan). Menjelang Muktamar di Cipasung di akhir 1994, dengan bangga panitia mengatakan bahwa jin akan disuruh mengamankan Muktamar. Bahkan menjelang pemilu 1999, seorang elite PKB menyatakan bahwa jin akan diikutsertakan dalam pemantauan pemilu, agar jalannya pemungutan dan per-hitungan suara jurdil. Dan mereka akan ditempatkan di TPS-TPS. Kita tentu saja tidak tahu bagaimana cara kerja para jin yang mengemban tugas-tugas itu. Jelas ini adalah mistifikasi politik.
Mistifikasi Politik dalam Pemilu Presiden 2004
Berita ditemukannya emas yang bergambar mantan Presiden RI pertama Soekarno oleh seorang warga Bogor, diindikasikan oleh para pengamat mistik/paranormal akan bangkitnya “Satria Piningit” untuk memimpin bangsa ini. Apakah ini mistifikasi politik untuk menggiring masyarakat awam agar me-milih turunan Soekarno sebagai presiden?
Ketika Gus Dur ditanya kenapa ia sangat ingin terus maju menjadi presiden, Gus Dur selalu menjawab, saya disuruh kyai (para Kyai Khas). Siapakah para Kyai Khas ini? Selain itu, menurut berita diduga seorang calon presiden mempunyai klenik paranormal/dukun di rumahnya sebagai rujukan politiknya. Jelas semuanya ini adalah mistifikasi politik. Juga belakangan ini, maraknya kembali gerakan “cap jempol darah” dari pendukung Megawati-Hasyim mengarahkan adanya bai’at (sumpah setia) jahiliyyah.
Mistifikasi politik berarti mengalihkan permasalahan yang nyata, rasional dan terukur menjadi persoalan yang kabur, mitos, penuh misteri, khurafat dan takhayyul. Bukankah ini adalah bentuk syirik? Bukankah kultus individu terhadap elite adalah tradisi jahiliyah? Bukankah meminta bantuan kepada jin berdosa? Kata al-Qur’an, “Mereka hanya menambah dosa dan kesalahan manusia”. Demikian, wallahu A’lam.

Minggu, 05 April 2009

SHOLAT GERHANA

SHOLAT SUNAT GERHANA


Oleh : Mz Yasin & Mb marfu’ah

Solat Sunat Gerhana atau juga disebut sebagai solat sunat Kusuf atau Solat Khusuf merupakan solat yang didirikan sewaktu terjadi gerhana bulan atau matahari.
Definisi Kusuf dan Khusuf
Kusuf dari segi bahasa artinya terlindungnya cahaya matahari baik terlindungnya itu dalam bentuk juzu'nya atau keseluruhannya.
Khusuf bisa juga digunakan untuk lindungan cahaya bulan secara juzu' atau pun keseluruhannya. Para ulama' yang menyatakan bahawa kedua-dua kalimah itu boleh digunakan untuk kedua-duanya. Baik gerhana bulan atau pun matahari.
Hukum Shalat Gerhana
Hukumnya adalah sunnah muakkadah menurut kesepakatan ulama, berdasarkan dalil sunnah yang tsabit dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Waktu Shalat Gerhana
Yaitu sejak dimulainya gerhana sampai berakhirnya. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Maka apabila engkau melihatnya -yaitu gerhana tersebut- maka shalatlah” (Muttafaqun alaihi)
Tidak disyariatkan shalat gerhana setelah gerhana itu selesai. Jika gerhana berakhir sebelum dia sempat shalat maka tidaklah disyariatkan shalat baginya
RasululLaah SAW menganjurkan 4 sunnah dalam peristiwa ini, yaitu :
1. Berdo'a dan beristighfar 3. Shalat dan Khutbah Gerhana
2. Bertakbir 4. Bershadaqah

Perincian sholat gerhana (Sahih Muslim 2-hlm: 81) :
A Rakaat Pertama
1. Takbiratul Ihram.
2. Membaca doa iftitah.
3. Membaca Ta`awudz.
4. Membaca surah al-Fatihah.
5. Membaca surat,yang lebih utama surah ABaqarah.
6. Ruku’ dan membaca tasbih’disunatkan kira-kira membaca 100 ayat.
7. Iktidal (AllahuAkbar)serta membaca surah al-Fatihah dan membaca surat lagi yang lebih utama ali-Imran
8. Ruku dangan membaca tasbih, disunatkan kira-kira membaca 90 ayat.
9. Iktidal.(SamiAllahulimanHamidah)
10.Sujud dan membaca tasbih.
11.Duduk antara 2 sujud.
12.Sujud kembali.
13.Berdiri ke rakaat kedua.
B. Rakaat Kedua
1. Membaca surah al-Fatihah.
2. Membaca surah yang lbh utama al-Nisa’.
3. Ruku’ dan membaca tasbih dan disunatkan kira-kira membaca 70 ayat’.
4. Iktidal (AllahuAkbar) serta membaca surah al-Fatihah dan membaca surah disunatkanAl-Maidah. 5.Ruku’,membaca tasbih disunatkan kira-kira membaca 50 ayat.
6. Iktidal.(SamiAllahulimanHamidah)
7. Sujud dan membaca tasbih.
8. Duduk antara 2 sujud.
9. Sujud kembali.
10.Membaca tasyahud akhir.
11.Memberi salam.
Keterangan lain :
Tiada iqamah tapi cukup sekadar ucapan : ( الصِّلاَةُ جَامِعَةً )
Mana-mana surah hendaknya mengikuti urutan surah dari Al-Quran
Sunat menyaringkan suara pada bacaan Fatihah dan surah ketika solat sunat gerhana bulan dan perlahan ketika solat sunat gerhana matahari.
Disunatkan mandi untuk solat gerhana, seperti hendak solat Jumaat.
Sifat Shalat Gerhana
1. Dia shalat dua rakaat dengan mengeraskan bacaan -menurut pendapat ulama yang benar-
2. Dia membaca surat Al-fatihah dan surat yang panjang seperti surat Al-Baqarah atau yang seukuran
3. Lalu dia ruku’ dengan ruku’ yang panjang.
4. Setelah itu dia mengangkat kepalanya dari ruku dan membaca
“Sami’ Allahu liman hamidah rabbana lakal hamdu”
5. Lalu dia kembali membaca Al-Fatihah dan surat panjang yang lebih pendek dari surat pertama, seukuran Ali Imran.
6. Kemudian dia ruku’ dengan waktu ruku’ lebih pendek dari waktu ruku’ pertama.
7. Setelah itu dia angkat kepalanya dari ruku’ dan membaca, “Sami’ Allahu liman hamidah rabbana lakal hamdu, hamdan katsiran thayyiban mubarakan fiihi, mil’as samaai wa mil’al ardhi. Wa mil’a ma syi’ta min syai’in ba’du”
8. Lalu dia sujud dengan dua sujud yang panjang
9. Dia tidak panjangkan duduk di antara dua sujudnya
10. Kemudian dia kerjakan rakaat kedua seperti rakaat pertama dengan dua ruku dan dua sujud yang panjang.
11. Lalu dia bertasyahud, dan
12. Salam
Ini adalah sifat salat gerhana sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagaimana yang diriwayatkan dari banyak jalan, di antaranya dari dua shahih (Shahih Al-Bukhari dan Muslim, lihat Al-Bukhari no. 1046, dan Muslim 2088)
- Disunnahkan untuk melaksanakannya secara berjamaah sebagaimana yang dilakukan rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Boleh pula dilaksanakan sendiri sebagaimana shalat sunnah lainnya, namun melakukannya secara berjamaah lebih afdhal.
- Disunnahkan pula untuk memberikan nasehat kepada jama’ah setelah shalat, memperingatkan mereka dari berbagai kelalaian dan memerintahkan mereka untuk memperbanyak doa dan istighfar.
- Apabila gerhana masih berlangsung setelah shalat selesai, maka hendaklah berdzikir kepada Allah dan berdoa sampai gerhana berakhir, dan tidak mengulang shalat. (Dan dalam hadits diperintahkan pula untuk bershadaqah -wr1).
- Apabila gerhana selesai dan dia masih shalat hendaknya dia sempurnakan shalatnya dengan khafifah (dipercepat), tidak berhenti shalat begitu saja.
-Hukumnya makruh tidak melakukan sholat jika kita melihat fenomena gerhana. Ini adalah pendapat di sisi mazhab kita.
-Sunat membaca khutbah selepas solat sunat, walaupun gerhana sudah hilang.
-Khutbahnya seperti khutbah hari raya tetapi takbirnya diganti dengan membaca istigfar
-Isi khutbah hendaklah menyuruh para jemaah bertaubat, bersedekah, memerdekakan hamba, berpuasa, mengingati manusia supaya tidak lalai, jangan leka dengan dunia dan sebagainya.
-Jika solat itu hanya terdiri dari wanita semata-mata, maka tidak perlu khutbah. ( Khutbah adalah seperti dilampirkan )
-Ketentuan cara melakukan sholat jika bersamaan dengan sholat yang lain didahulukan yang paling ringan. Sekiranya sama nilainya, maka didahulukan yang paling kuat.
Contoh : i. Jika bersamaan solat gerhana dengan solat jenazah maka didahulukan solat jenazah. ii. Jika bersamaan antara solat gerhana dengan solat fardhu di awal waktu maka didahulukan solat gerhana kerana ditakutkan matahari atau bulan kembali cerah. Tetapi jika berlaku pertembungan itu diakhir waktu solat fardhu maka didahulukan solat fardhu. iii. Jika pertembungan berlaku di antara solat gerhana dengan witir didahulukan solat gerhana.
Cara Solat Sunat Gerhana
Solat gerhana ini disunatkan untuk dilakukan secara berjama’ah dengan cara menyeru sebelum mendirikannya : as-Solatu Jaami'ah!! (Solat berjamaah)
Lafaz Niat Solat Sunat Gerhana Bulan
أُصَلِّى سُنَّةَ الْكُسُوفِ رَكْعَتَينِ للهِ تَعَالَى
Artinya : “ Saya niat solat sunat gerhana bulan dua rakaat kerana Allah Taala.”
Lafaz Niat Solat Sunat Gerhana Matahari
أُصَلِّى سُنَّةَ الْكُسُوفِ رَكْعَتَينِ للهِ تَعَالَى
Artinya : “ Saya niat sunat gerhana matahari dua rakaat kerana Allah Taala.”


DASAR – DASAR SHOLAT GERHANA
Ini berdasarkan daripada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang bermakna :
Para ulama dalam menghukumi Sholat sunat gerhana berdasarkan surah Fussilat ayat 37
   •                 
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika ialah yang kamu hendak sembah.”
Dari Aisyah r.a. berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW berdiri (di masjid) pada hari terjadi gerhana matahari, lalu baginda mengadakan solat gerhana dan membaca bacaan yang panjang (seukur seratus ayat surah al-Baqarah), kemudian beliau mengangkat kepala dan mengucapkan Sami’ Allahhu Liman Hamidah, dan beliau berdiri lalu membaca bacaan yang panjang, sedang bacaan (dalam berdiri yang kedua) ini sedikit berkurang daripada bacaan yang pertama, kemudian beliau ruku’ dengan ruku’ yang panjang, sedang ruku’ ini berkurang dari ruku’ pertama, kemudian beliau sujud dengan sujud yang panjang (bertasbih seukur bacaan seratus ayat), kemudian beliau bertindak sepadan demikian (rakaat pertama) itu pada rakaat yang akhir (kedua), Selanjutnya beliau mengakhiri solatnya dengan salam, sedang gerhana matahari telah berakhir. Lalu baginda berkhutbah kepada manusia: “Pada gerhana matahari dan bulan, sesungguhnya keduanya adalah dua tanda (kebesaran) di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidaklah terjadi gerhana kerana kematian seseorang pula tidaklah kerana kehidupan seseorang. Maka apabila kalian melihat keduanya (gerhana) maka bersyukurlah kepada solat gerhana”
Hadis ini keluar dari Rasulullah pada hari kematian anak lelakinya Ibrahim di mana ramai orang menganggap bahawa kematian Ibrahim inilah yang menyebabkan matahari bersedih sehingga terjadi gerhana. Hal itu sesuai kepercayaan mereka ketika jahiliah di mana apabila terjadi gerhana matahari atau pun bulan maka mereka beranggapan bahawa terjadinya gerhana disebabkan kematian seseorang yang besar dan mulia.
Tidak ada suara adzan atau iqomat (Riwayat Bukhari 4-hlm: 358)
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash, beliau berkata: “Tatkala matahari gerhana pada masa Rasulullah SAW, maka diserukan : ‘as solatu jami`ah’. Lalu Rasulullah SAW melakukan dua kali ruku’ dalam satu rakaat. Kemudian berdiri lagi dan melakukan dua kali ruku’ dalam satu rakaat. Kemudian matahari kembali muncul. Aisyah berkata: “Aku sama sekali tidak pernah melakukan ruku’ ataupun sujud yang lebih lama daripada itu

Selesai Selamat Belajar

Posted by farid(ferry)

Rabu, 01 April 2009

Hadis Aqidah

BAB I
PENDAHULUAN

Konsep Ru’yatullah menjadi sebuah perdebatan dialogis yang luar biasa di antara dua kelompok besar yang kita kenal sebagai kelompok rasionalis (Mu’tazilah) dan Fundamentalis (ahlu al Sunnah Wa al Jama’ah). Dialog yang terjadi memperdebatkan kemungkinan atau ketidakmungkinan manusia melihat Tuhannya besok di akhirat. Argumen beserta hujatan mereka lontarkan untuk mempertahankan pendapat mereka.
Banyak Hadits yang telah diriwayatkan oleh Muhaddisin yang sampai sekarang mungkin masih banyak yang belum kita ketahui bahkan mungkin kita belum pernah membacanya, apalagi Hadits-Hadits yang ada hubunganya dengan Tuhan, misalnya hadis tentang melihat Tuhan, siapa saja yang bisa melihat Tuhan, kapan bisa melihat Tuhan, dan lain-lain.
Sebuah kenikmatan besar kita bisa melihat Tuhan. Mungkin selama ini banyak keluhan yang muncul dari kita tentang bagaimana wujud Tuhan, hakikat Tuhan dan lain-lain. Dan itu sebenarnya akan terjawab oleh diri kita sendiri.
Begitu pula tentang melihat Nabi Muhammad menjadi sebuah impian besar bagi seorang muslim. Bahkan ada di antara mereka saking pinginya mimpi bertemu Rasulullah melakukan sebuah ritual dengan cara berpuasa, baca wirid dan lain sebagainnya. Pada makalah ini, kami akan mencoba menyodorkan Hadits-Hadits yang berkaitan dengan tema di atas serta berusaha mendeteksi kualitasnya.










BAB II
PEMBAHASAN

A. Teks Hadits
1.Tentang Melihat Allah di Akhirat
Shahih Muslim, bab Itsbatu Ru’yatil Mukminin Fi Al Akhirah no. 266
266 – حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مَيْسَرَةَ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ صُهَيْب عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيدُونَ شَيْئًا أَزِيدُكُمْ فَيَقُولُونَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوهَنَا أَلَمْ تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنَجِّنَا مِنْ النَّارِ قَالَ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوا شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ وَزَادَ ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ{ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ }
Artinya: Menceritakan kepada saya ‘Ubaidillah bin Maisarah, Maisarah berkata, menceritakan kepadaku ‘Abdul Rahman bin Mahdi, menceritakan kepadaku Hammad bin Salamah dari Tsabit al Banani dari Abdi Rahman bin Abi Laila dari Shuhaib dari Nabi saw. Beliau bersabda”Ketika ahli surga telah masuk surga, Allah berfirman-lanjut Nabi-Apa kalian menginginkan sesuatu, maka akan saya tambah. Mereka menjawab, Bukankah telah engkau putihkan wajah-wajah kami? Bukankah telah engkau masukkan kami ke dalam surga dan Engkau selamatkan kami dari Neraka?Nabi bersabda, Maka dibukalah hijab. Maka tiadalah sesuatu yang diberikan kepada mereka yang lebih mereka senangi dari pada melihat Tuhan mereka.”
Ayat-ayat yang berkaitan dengan Ru’yatullah:
              •     
Artinya: Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. mereka Itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.(Qs. Yunus:26)
       
Artinya: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.Kepada Tuhannyalah mereka Melihat.(Qs. Al Qiyamah:22-23)
2.Tentang Melihat Nabi Muhammad Dalam Mimpi
Shahih Bukhari, dalam kitab Ta’bir no. 6478
-6478حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ يُونُسَ عَنْ الزُّهْرِيِّ حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ وَلَا يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِي
قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ ابْنُ سِيرِينَ إِذَا رَآهُ فِي صُورَتِهِ

Artinya: Menceritakan kepadaku ‘Abdan, menceritakan kepadaku ‘Abdullah dari Yunus dari Zuhri, menceritakan kepadaku Abu Salamah bahwa Abu Hurairah berkata, saya mendengar Nabi bersabda,”Barang siapa yang melihatku dalam mimpi, maka ia akan melihatku dalam kenyataan dan Syaitan tidak akan menyerupaiku”.Abu Abdillah berkata, bahawa Ibu Sirin “Ketika seseorang melihat Nabi Muhammad dalam bentuknya”






B. Takhrij al Hadits
1.Tentang Melihat Allah
Sama halnya dengan tema di atas tentang Ru’yatullah, Hadits yang terkait tidak sedikit jumlahnya. Oleh karena itu, takhrij yang kita lakukan hanya dalam wilayah al Kutub al Tis’ah. Maka dari itu, setelah melakukan kajian takhrij, kita menemukan bahwa Hadits tentang melihat Allah di akhirat bersumber dari Shahih Muslim, dalam kitab Iman nomor 266. Selain itu, Hadits ini juga dikeluarkan oleh:
1. Musnad Ahmad nomor 18177, 22799, dalam kitab Awwalu Musnad al Kuffiyyin
2. Sunan Turmudzi nomor 2475, kitab Sifatual Jannah ‘An Rasulillah
3. Sunan Ibnu Majah nomor 183, kitab Muqaddimah


Sunan Turmudzi, bab Wa min Surati Yunus no. 3030
3030- حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ صُهَيْبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
{ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ } قَالَ إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ نَادَى مُنَادٍ إِنَّ لَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ مَوْعِدًا يُرِيدُ أَنْ يُنْجِزَكُمُوهُ قَالُوا أَلَمْ يُبَيِّضْ وُجُوهَنَا وَيُنْجِنَا مِنْ النَّارِ وَيُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ قَالَ فَيُكْشَفُ الْحِجَابُ قَالَ فَوَاللَّهِ مَا أَعْطَاهُمْ اللَّهُ شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ إِلَيْهِ قالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ هَكَذَا رَوَاهُ غَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ مَرْفُوعًا رَوَاهُ سُلَيْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ
هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى قَوْلَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ فِيهِ عَنْ صُهَيْبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
Artinya: Menceritakan kepada saya Muhammad bin Bassyar, Bassyar berkata, menceritakan kepadaku ‘Abdul Rahman bin Mahdi, menceritakan kepadaku Hammad bin Salamah dari Tsabit al Banani dari Abdi Rahman bin Abi Laila dari Shuhaib dari Nabi saw. Beliau bersabda”Ketika ahli surga telah masuk surga, Maka ada suara orang memanggil “Sesungguhnya kalian telah dijanjikan Allah sesuatu, maka Allah ingin menyelamatkan kalian semua, (Bahwa bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya). Mereka menjawab, Bukankah telah engkau putihkan wajah-wajah kami? Engkau selamatkan kami dari Neraka? dan Bukankah telah engkau masukkan kami ke dalam surga? Nabi bersabda, Maka dibukalah hijab. Demi Allah tiadalah sesuatu yang diberikan kepada mereka yang lebih mereka senangi dari pada melihat Tuhan mereka.”
Sunan Ibnu Majah, bab Fi Ma Ankarat Al Jahamiyah no 183
183 – حَدَّثَنَا عَبْدُ الْقُدُّوسِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ{ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ }
وَقَالَ إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ نَادَى مُنَادٍ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ إِنَّ لَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ مَوْعِدًا يُرِيدُ أَنْ يُنْجِزَكُمُوهُ فَيَقُولُونَ وَمَا هُوَ أَلَمْ يُثَقِّلْ اللَّهُ مَوَازِينَنَا وَيُبَيِّضْ وُجُوهَنَا وَيُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَيُنْجِنَا مِنْ النَّارِ قَالَ فَيَكْشِفُ الْحِجَابَ فَيَنْظُرُونَ إِلَيْهِ فَوَاللَّهِ مَا أَعَطَاهُمْ اللَّهُ شَيْئًا أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ النَّظَرِ يَعْنِي إِلَيْهِ وَلَا أَقَرَّ لِأَعْيُنِهِمْ
Artinya: Menceritakan kepada saya Abdul Quddus bin Muhammad, menceritakan kepadaku Hajjaj, menceritakan kepadaku Hammad, dari Tsabit al Banani dari Abdi Rahman bin Abi Laila dari Shuhaib, Shuhaib berkata, Rasulullah saw membaca ayat ini (Bahwa bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik(surga) dan tambahannya) dan beliau bersabda”Ketika ahli surga telah masuk surga, dan ahli neraka masuk neraka, Maka ada suara orang memanggil “Wahai penghuni surga sesungguhnya kalian telah dijanjikan Allah sesuatu, mereka menjawab, apa itu? Bukankah Allah telah membuat berat timbangan kami dan telah memutihkan wajah-wajah kami? memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari Neraka? Nabi bersabda, dibukalah hijab, sehingga mereka bias melihat Allah. Demi Allah, mereka tidak diberi sesuatu oleh Allah yang lebih mereka sukai dan senangi melebihi bias melihat-Nya”
2. Melihat Nabi Dalam Mimpi
Adapun Hadits yang menerangkan tentang melihat Nabi dalam mimpi bersumber dari Shahih Bukhari, dalam kitab Ta’bir nomor 6478. Selain itu, Hadits ini juga dikeluarkan oleh:
1. Shahih Muslim nomor 4206, 4207, dalam kitan al Ru’ya
2. Sunan Abi Daud nomor 4369, dalam kitab Adab
3. Sunan Turmudzi nomor 2202, dalam kitab al Ru’ya ‘an Rasulillah
4. Sunan Ibnu Majah nomor 3894, dalam kitab Ta’bir al Ru’ya
5. Musnad Ahmad nomor 3608, dalam kitab Baqi Musna al Mukatssirin
Shahih Muslim nomor 4206, 4207, dalam kitan al Ru’ya

4206 - حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْعَتَكِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ زَيْدٍ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ وَهِشَامٌ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ بِي
Artinya: Menceritakan kepadaku Abu Rabi’, Sulaiman bin Daud al ‘Ataki, menceritakan kepadaku Hammad,Ibnu Zaid menceritakan kepadaku Ayub dan Hisyam dari Muhammad dari Abu Hurairah berkata, Nabi bersabda,”Barang siapa yang melihatku dalam mimpi, maka ia sungguh melihatku dan Syaitan tidak akan menyerupaiku”.
Sunan Abi Daud nomor 4369, dalam kitab Adab
4369 - حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ أَوْ لَكَأَنَّمَا رَآنِي فِي الْيَقَظَةِ وَلَا يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِي
Artinya: Menceritakan kepadaku Ahmad bin Shalih, menceritakan kepadaku Abdullah bin Wahab, Wahab berkata, menceritakan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab, Syihab berkata menceritakan padaku Abu Salamah bin Abdul Rahman bahwa Abu Hurairah berkata, aku mendengar Nabi bersabda,”Barang siapa yang melihatku dalam mimpi, maka ia akan melihatku dalam kenyataan atau(Syak dari Rawi)Seakan-akan melihatku dalam kenyataan dan Syaitan tidak akan menyerupaiku”.
Sunan Turmudzi nomor 2202, dalam kitab al Ru’ya ‘an Rasulillah
2202 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ بِي وَأَنَسٍ وَأَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ أَبِيهِ وَأَبِي بَكْرَةَ وَأَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي قَتَادَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِي سَعِيدٍ وَجَابِرٍ
Artinya: Menceritakan kepadaku Muhammad bin Basyar, menceritakan kepadaku Abdul Rahman bin Mahdi, menceritakan kepadaku Sufyan dari Abi Ishak dari Abi Ahwash dari Abdullah, Nabi bersabda,”Barang siapa yang melihatku dalam mimpi, maka ia sungguh melihatku dan Syaitan tidak akan menyerupaiku”.
Sunan Ibnu Majah nomor 3894, dalam kitab Ta’bir al Ru’ya juz 11 hlm. 376.
3894 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا سَعْدَانُ بْنُ يَحْيَى بْنِ صَالِحٍ اللَّخْمِيُّ حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ أَبِي عِمْرَانَ عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَكَأَنَّمَا رَآنِي فِي الْيَقَظَةِ إِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَتَمَثَّلَ بِي
Artinya: Menceritakan kepadaku Muhammad bin Yahya, menceritakan kepadaku Sulaiman bin Abdul Rahman, menceritakan kepadaku Sa’dan bin Yahya bin Shalih, Mencereitakan kepadaku Shadaqah bin Abi Imran dari ‘Aun bin Abi Juhaifah dari bapaknya dari Nabi, Nabi bersabda,”Barang siapa yang melihatku dalam mimpi, maka iaseakan-akan sungguh melihatku dan Syaitan tidak akan menyerupaiku”.
C. Pemaknaan
Redaksi seperti ini juga diriwayatkan oleh Turmudzi, An Nasai dan beberapa perawi Hadits lain sebagaimana yang akan kami sebutkan satu persatu di bagian takhrij nanti. Mereka semua meriwayatkan Hadits ini dari Hammad bin Salamah dari Tsabit al Bunni sampai pada Rasulullah. Dalam Hadis ini dapat kami simpulkan bahwa nikmat terbesar yang akan diberikan Allah kepada orang mukmin salah satunya adalah kemampuan mereka untuk berdialog langsung dengan Allah besok di akhirat. Tidak hanya itu, ketika hijab- sebuah cahaya yang mana maata kita tidak akan mampu menatapnya, bahkan ketika cahaya tersebut terbuka maka ia akan menyengat muka- maka, mereka mendapat kesempatan untuk melihat wujud Allah. Hal itu telah didokumentasikan dalam firman-Nya dalam surah Yunus ayat 26, bahwa bagi mereka yang berusaha memperbaiki ibadah dan amal perbuatannya di dunia, selalu patuh terhadap perintah dan larangannya, mempertebal iman dan beramal shalih, maka mereka akan mendapat sebuah kenikmatan luar biasa yaitu al husna (surga) dan Ziyadah(melihat Allah). Bahkan wajah mereka akan bersinar seperti halnya rembulan

Mengenai Hadits tentang melihat Nabi Muhammad dalam mimpi mempunyai varian redaksi yang tidak sedikit. Redaksi Hadits tersebut diriwayatkan pula dalam Musnad Ahmad, Sunan Turmudzi dan lain-lain sebagaimana yang kan kami singgung nanti. Dalam riwayat lain ada yang .أو فكأنما رآني في اليقظة ada pula yang memakai redaksi فقد رآني في اليقظة memakai redaksi. Hadit ini memberi isyarat bahwa siapapun yang mimpi bertemu Nabi Muhammad, maka itu merupakan sebuah indikasi bahwa ia akan melihatnya besok di akhirat. Selain itu, dalam Hadits ini juga mneyebutkan bahwa syaitan tidak mampu berwujud seperti Nabi Muhammad. Dalam arti bahwa itu benar-benar Nabi Muhammad.

D. Tahqiq al Hadits
Dari hasil takhrij di atas, dapat disimpulkan bahwa Hadits Tentang melihat Allah yang diriwayatksan oleh imam Muslim dalam kitab Iman no. 266, Turmudzi dalam kitab Sifatual Jannah ‘An Rasulillah no. 2475, Ibnu Majah dalam kitab Muqaddimah no. 183 menurut al Bani kualitas Hadits tersebut termasuk Hadits shahih
Adapun Hadits tentang melihat Nabi Muhammad dalam mimpi yang diriwayatkan oleh Shahih Muslim no.4206, dalam kitab al Ru’ya termasuk hadits Shahih, sedangkan Sunan Abi Daud nomor 4369 menurutnya juga berkualitas Shahih. Sedangkan Hadits yang dikutip Dalam kitab Adab Sunan Turmudzi no. 2202, dalam kitab al Ru’ya ‘an Rasulillah, Sunan Ibnu Majah no. 3894, dalam kitab Ta’bir al Ru’ya, Musnad Ahmad nomor 3608, dalam kitab Baqi Musnadil al Mukatssirin , Menurut al bani semuannya berkualitas Shahih.

E. Lintas Keilmuan Dan Analisis
Mereka yang mengatasnamakan Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah berpendapat bahwa dzat Allah akan dapat dilihat oleh manusia di akhirat kelak, sebagaimana yang telah didokumentasikan Allah dalam kitab suci-Nya.
       
Artinya :”Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari kiamatberseri-seri melihat Tuhanya). (Q.S. Al-Qiyamah : 22-23)
Berbeda dengan Mu’tazilah yang tidak sependapat dengan mereka. Tentang konsep Ru’yatullah, golongan ini mengatakan bahwa dzat Allah tidak bisa dilihat di akhirat, berdasarkan firman-Nya
          
Artinya :”Dia (Allah) tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan”.( Q.S. Al-An’am : 103)
Kita melihat bahwa ayat yang digunakan sebagai dalil oleh golongan Mu’tazilah tidak menyebutkan waktu, apakah konsep ru’yatullah itu di alam dunia atau di akhirat. Sedangkan dalil yang digunakan Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah waktunya spesifik dan jelas yaitu kelak di akhirat. Dengan demikian, maka alasan yang digunakan Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah lebih kuat, sebab bersifat khusus, yaitu mengenai waktu.
Argumen yang digunakan Mu’tazilah adalah bahwa sesuatu yang terlihat itu harus ada di suatu tempat, jurusan dan dalam bentuk sedangkan semua itu mustahil bagi Allah. Untuk menjawab itu semua Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah berpendapat bahwa segala yang ada itu sah untuk dilihat. Adapun syarat suatu tempat dan bentuk itu untuk penglihatan di dunia, sedangkan Allah tidak memberitahukan kita tentang bagaimana cara kita melihat-Nya di akhirat nanti. Sifat-sifat yang tidak dapat diberikan kepada Tuhan hanyalah sifat-sifat yang akan membawa kepada arti diciptakannya Tuhan. Sifat bahwa Tuhan dapat dilihat tidak membawa kepada hal ini; karena apa yang dapat dilihat tidak mesti mengandung arti bahwa ia mesti bersifat diciptakan. Dengan demikian kalau dikatakan Tuhan dapat dilihat, ini tidakmesti berarti bahwa Tuhan harus bersifat diciptakan.
Tidak hanya itu, tentang melihat Rasulullah dalam mimpi pun masih kontroversial. Sebagaian teolog mengatakan bahwa itu hanya terjadi dalam hati seseorang, tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, dalam arti seakan-akan kita merasakan kehadiran Nabi Muhammad. Sebagian golongan yang mengatasnamakan dirinya sebagai Shalihin juga ikut andil, mereka tidak sependapat dengan sebagian teolog, dengan memunculkan statmen bahwa Nabi Muhammad bias kita lihat dengan mata telanjang. Setelah terjadi perdebatan panjang, akhirnya memunculkan sebuah kesimpulan bahwa:
Pertama, Kehadiran Rasulullah dalam mimpi kita dalam wujud tidak asli
Kedua, Kehadiran Rasulullah khusus bagi mereka yang semasa dengan beliau, akan tetapi mereka belum pernah melihat dan bertemu dengannya.
Ketiga, Kehadirannya dalam mimpi kita dalam wujud nyata.








BAB III.
PENUTUP
Dari sekian pembacaan yang panjang terkait dengan ru’yatullah dan ru’yatun Nabi masih kita temukan adanya kontroversial pendapat tentang masalah tersebut. Dalam ru’yatullah sendiri antara Ahlu Al Sunah Wa Aljama’ah dan Mu’tazilah saling mengemukakan pendapatnya sendiri-sendiri, dengan dalil-dalil yang telah didokumentasikan Allah dalam kitab sucinya. Sebagaimana ru’yatullah, ru’yatun Nabi pun juga kita temukan adanya perbedaan pendapat, misalnya dalam Fathu Al Bari menjelaskan bahwa: kehadiran Nabi bukan dalam bentuk yang nyata, kehadiran Beliau dalam bentuk yang nyata, ada juga yang menjelaskan bahwa ru’yatun Nabi hanya bisa bagi orang-orang yang semasa dengan Beliau yang belum melihat atau bertemu dengannya.

ferry&wahyu

Tarikh Al-Ruwah

A. Pengertian Tarikh Al-Ruwah
Tarikh Al-Ruwah merupakan salah satu cabang dari ilmu Rijalul Hadits, yang di dalam Rijalul Hadits tersebut memuat dua ilmu yaitu Tarikh Al-Ruwah itu sendiri dan ilmu jarhi wat Ta’dil. Di dalam buku pokok-pokok ilmu dirayah hadits ( jilid II ) menerangkan bahwa ilmu Tarikh Al-Ruwah adalah:
اهو العام الذى يعرف برواة الحديث من الناحية التي ننعلق بروايتهم للحديث. فهو يتناول بالبيان احوال الرواة. و بذكر تاريخ ولادة الراوى ووفاته وشيوخه وتاريخ سماعه منهم , ومن روى عنه وبلادهم ومواطنهم ورحلات االراوى وتاريخ قدومه الى البدان المختلفة وسماعه من بعض الشيوخ قبل الاختلاط أو بعده و غير ذلك مما له صلة بامور الحديث .

“Ilmu yang mengenalkan kepada kita perawi-perawi hadits dari segi mereka kelahiran, hari kewafatan, guru-gurunya, masa dia mulai mendengar hadits dan orang-orang yang meriwayatkan hadits dari padanya, negerinya, tempat kediamannya, perlawanan-perlawanannya, sejarah kedatangannya ke tempat-tempat yang dikunjungi dan segala yang berhubungan dengan urusan hadits”.

Para Ulama sangat mementingkan ilmu ini supaya mereka dapat mengetahui keadaan perawi-perawi sanad. Mereka menanyakan tentang umur perawi, tempat kediaman, sejarah mereka belajar, sebagaimana mereka menanyakan tentang pribadi perawi sendiri agar mereka mengetahui tentang kemutashilannya dan kemunqathiannya, tantang kema’rufannya dan kemauqufannya. Karena memang sejarahlah senjata yang ampuh untuk menghadapi para pendusta.
Sufyan Ats Tsauri berkata:
لما استعمل الرواة الكذب التعملنا لهم التاريخ

“Tatkala para perawi telah mempergunakan kedustaan, kamipun mempergunakan sejarah”.

Dengan demikian kita dapat mengetahui mana hadits yang diterima, mana hadits yang ditolak, mana yang sah diamalkan, mana yang tidak. Dialah jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam. Dengan kesungguhan para Ulama dalam menghadapi sejarah para perawi, terkumpullah suatu pembendaharaan besar yang menerangkan sejarah para perawi hadits, kekayaan itu mereka simpan dalam hasil-hasil karya mereka. Maka ada yang menulis tentang hal para sahabat dan segala sangkut pautnya, tentang bilangan hadits-hadits mereka dan perawi-perawinya.
Ada berbagai macam jalan yang ditempuh para pengarang sejarah perawi hadits diantaranya:
- Ada yang mengarang sejarah para perawi thabaqat demi thabaqat, yaitu orang-orang semasa kemudian orang-orang semasa pula. Diantara kitab-kitab yang menulis sejarah perawi thabaqat demi thabaqat adalahkitab At Thabaqat Al Kubro, karya Muhammad ibn sa’ad ( 168-230 H ).
- Ada yang mengarang sejarah para perawi dengan mensyarahkan menurut tahun para perawi, dari tahun demi tahun. Didalamnya diteraangkan tahun wafatnya para perawi, disamping menerangkan keadaan beritanya. Diantara kitab yang terkenal adalah Tarikhul Islamm karya Adz Dzahabi.
- Ada juga yamg menyusun sejarah perawi menurut huruf abjad. Diantara kitab yang paling tua yang sampai kepada kita adalah At Tarikhul Kabir karya Al Imam Muhammad ibn Isma’il Al Bukhori ( 194-256 H ) yang didalamnya disebutkan kurang lebih 40.000 biografi pria dan wanita.
- Ada pula yang menyusun menurut negeri perawi hadits. Pengarangnya menerangkan Ulama-ulama negerinya dan Ulama-ulama yang datang ke negeri itu. Selain itu biasanya disebutkan pula sahabat-sahabat yang berada di negeri itu. Diantara kitab yang paling tua dalam bidang ini adalah Tarikh Naisabur karangan Al Hakim ( 321-405 H ).

Para Ulama tidak saja meriwayatkan sejarah perawi-perawi lelaki, bahkan meriwayatkan juga sejarah perawi-perawi wanita yang telah menjadi pengembang-pengembang hadits, seperti Aisyah dan istri-istri nabi yang lain.
Ilmu inilah yang dinamakan ilmu Tarikh dan ada pula yang menamakan Tarikh Al-Ruwah. Ilmu ini hampir sama dengan ilmu thobaqot dan ilmu jarah dan ta’dil. Tetapi di dalam buku karangan Hasbi Ash-Siddiqi menjelaskan perbedaan diantara ilmu-ilmu tersebut.
a. Ilmu sejarah ialah ilmu yang di dalamnya dibahas tentang hari-hari kelahiran perawi dan hari kewafatan mereka. Dengan ilmu ini kita dapat menetapkan kemuttasilan atau kemunqotiannya. Karena sesungguhnya seseorang perawi yang mengaku mendengar hadits dari seseorang tidak dapat kita tolak pengakuannya, terkecuali kalau kita mengetahui masa kelahirannya, di masa kewafatan orang yang sebelumnya.
b. Ilmu thabaqat ialah ilmu yang dibahas di dalamnya tentang orang-orang yang berserikat dalam suatu urusan atau orang-orang yang semasa dan sekerja.
c. Ilmu jarah wat ta’dil ialah ilmu yang dengannya dapat diketahui siapa yang diterima dan ditolak dari perawi-perawi hadits.

B. Faidah ilmu Tarikh Al Ruwah
Ilmu ini berkembang bersama dengan berkembangnya ilmu riwayah. Perhatian para ulama dalam membahas ilmu ini didorong oleh suatu maksud untuk mengetahui dengan sebenarnya hal ikhwal para perawi hadits. Atas motif tersebut mereka menanyakan kepada para perawi yang bersangkutan mengenai umur dan tanggal kapan mereka dilahirkan, dimana domisili mereka dan kapan mereka menerima hadits dari guru mereka, disamping para ulama tersebut meneliti tentang identitas para perawi itu.
Mengetahui tanggal lahir dan wafatnya para perawi adalah sangat penting untuk menolak pengakuan seorang perawi yang mengaku pernah bertemu dengan seorang guru yang pernah memberikan hadits kepadanya, padahal setelah diketahui tanggal lahir dan wafat gurunya, mungkin sekali mereka tidak saling bertemu, disebabkan kematian gurunya mendahului dari pada kelahirannya.
Jika demikian halnya, maka hadits yang meeka riwayatkan itu sanadnya tidak bersambung. Dengan kata lain faidah mempelajari ilmu Tarikh Al Ruwah itu alah mengetahui muttasil atau munqatinya sanad hadits dan untuk mengetahui marfu’ atau mursalnya pemberian hadits.
Mengetahui kampung halaman perawi juga besar faidahnya. Yaitu untuk membedakan perawi-perawi yang kebetulan sama namanya akan tetapi berbeda marga dan kampung halamannya. Sebab sebagaimana diketahui banyak perawi-parawi itu banyak yang namanya bersamaan, akan tetapi tempat tinggal mereka berbeda. Tampak faidahnya pula dalam hal ini apabila perawi yang namanya sama itu sebagiannya ada yang tsiqah, sehingga dapat diterima haditsnya, sedang sebagian yang lain adalah tidak tsiqah yang menyebabkan harus ditolaknya hadits tersebut.

C. Kitab-kitab Tarikh Al Ruwah
Adapun kitab-kitab Tarikh Al Ruwah yng harus diketahui oleh penggali sunah Rasululallah antara lain ialah:
1. At Tarikhul kabir, karya imam Muhammad ibn Isma’il Al Bukhori ( 194-252 H ). Dalam kitab tersebut menerangkan biografi dari guru-gurunya yang pernah memberikan hadits kepadanya, baik dari golongan tabi’in maupun sahabat sampai berjumlah kurang lebih 40.000 orang. Baik mereka laki-laki ataupun perempuan, baik mereka yang tsiqah maupun ghoiru tsiqah. Nama-nama perawi itu disusun secara alfabetis, akan tetapi nama yang pertama ditaruh pada bab pendahuluan adalah nama yang menggunakan Muhammad. Setiap nam dijadikan satu bab dan disusun secara alfabetis atau arabiyah dengan mengutamakan nama leluhurnya. Kitab tersebut terdiri dari 4 jilid besar-besar. Pada cetakan Haiderabad tahun 1362 H, kitab tersebut dijadikan 8 jilid.
2. Tarikh Nisabur, karya imam Muhammad bin Abdullah Al Hakim An Nisabury ( 321-405 H ). Kitab ini merupakan kitab Tarikh yang terbesar dan banyak faidahnya bagi para fuqoha’. Hanya saja kitab ini telah hilang. Ia hanya ditemukan dalam koleksi cuplikan yang terdiri dari beberapa lembar.
3. Tarikh Bagdad, karya Abu Bakar Ahmad Ali Al Bagdady, yang terkenal dengan nama Al khatib Al Bagdady ( 392-463 H ). Kitab yang besar faidahnya ini memuat biografi darri ulama-ulama besar dalam segala bidang ilmu pengetahuan sebanyak 7831 orang dan disusun secara alfabetis. Perawi-perawi yang tsiqah, lemah dan yang ditinggalkan haditsnya dimasukkan semuanya di dalam kitab ini. Ia terdiri dari 14 jilid dan dicetak di kairo pada tahun 1349 H ( 1931 M ).
Selain kitab-kitab tersebut di atas masih banyak lagi kitab-kitab Tarikh Al Ruwah, antara lain Al Ikmal firaf’il-ibtiyab ‘anil mu’talif wal mukhtalif, karya Al Amir Al Hafidz Abi Nashr ‘Ali bin Hibatillah bin Ja’far yang terkenal dengan nama Ibnu Ma’kula Al Bagdady. Ada juga kitab Tahdzibul Kamal fi asmair-rijal, karya Al Hafidz Jamaludin Abil Hajjad Yusuf Al Mizay Ad-dimasyqy ( 654-742 H ).

POSTED BY FARID

HADIS MARDUD

II. HADIS MARDUD
Mardud secara bahasa adalah yang ditolak, yang diterima, Para ulama ada yang menyebutkan dengan istilah hadis dha’if pada hadis mardud, karena hadis yang mardud adalah hadis yang dha’if.
A. Klasifiasi Hadis Mardud
Berdasarkan kepada jelasnya atau tidak gugur perawi dari sanad itu terbagi menjadi dua.
1. Gugur yang Jelas
Gugur ini diketahui oleh para imam dan mereka yang terlibat dengan ilmu-ilmu hadis. Bentuk gugur ini seakan berdasarkan seorang perawi itu tidak bertemu dengan gurunya. Sama ada dia tidak sezaman dengannya atau sezaman tetapi tidak sempat bertemu gengannya (dan tidak mempunyai ijazah dan juga wijadah). Oleh itu, pengkaji sanad-sanad hadis perlu mengetahui sejarah perawi-perawi karena untuk memperoleh keterangan tentang tarikh lahir dan wafat, zaman pengajian, pengembaraan mereka dan sebagainya.
Ulama hadis membagi menjadi empat nama bagi hadis yang mengalami gugur jelas berdasarkan kepada tempat berdasarkan kepada tempat atau bilangan perawi yang gugur, yakni al-Mu’allaq, al-Mursal, al-Mu’dhal, al-Munqati’.


2. Gugur Tersembunyi
Bagian ini hanya diketahui oleh para imam yang dan maengetahui jalan-jalan hadis dan kecacatan-kecacatnan sanad.
Ia mempunyai dua nama yaitu:
1. Al-Mudallas
2. Al-Mursal al-Kahfi
Berdasarkan kecaman yang ditujukan kepada prawi.
Yang dimaksud kecaman perawi ialah mentajrihkannya dengan kata-kata dan mempertikaikannya dari sudut keadilan dan agamanya serta dari sudut ketetapan, hafalan dan kepekaannya.
Sebab kecaman dari para perawi ada sepuluh. Lima dari padanya berkait dengan keadilan manakala lima lagi berkait dengan ketetapan.
Sebab-sebab yang berkait dengan keadilan ialah:
1. Berdusta
Jika sebab kecaman pada perawi itu adalah berdusta atas Rasulullah s.a.w. maka hadisnya itu disebut hadis Maudhu.
2. Dituduh berdusta
Jika sebab kecaman pada perawi itu adalah tuduhan berdusta maka hadisnya itu dinamakan hadis Matruk.
3. Fasiq
4. Bid’ah
Tidak ada nama khusus untuk hadisnya
4. Tidak diketahui (Jahalah)
Tidakada nama khusus, tetapi sebagian para ulama ada yang menamakan hadisnya dengan hadis Mubham
Sebab-sebab yang berkait dengan ketepatan ialah:
1. Kesilapan yang jelek
2. Buruk hafalan
3. Kelalaian
4. Banyak kekeliruan
Jika sebab kecaman para perawi itu adalah kesilapan yang jelek, sering lalai, buruk hafalan, banyak kekeliruan atau fasiq maka hadisnya itu dinamakan hadis Munkar
5. Berlawanan dengan perawi Thiqah
Jika sebab kecaman pada perawi itu ialah tuduhan berdusta maka hadisnya itu ada lima macam, yaitu Mudraj, Maqlub, al-Mazid fi muttasik asanid, Mudhtarib dan Musakhaf.

Hadis Mardud
1. Definisinya:
Adalah hadis yang tidak kuat kebenaran si pemberitanya. Hal itu terjadi karena hlangnya salah satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadis Maqbul sebagaimana telah kita bicarakan dalam pembahasan Hadis Shahih.
2. Macam-macam dan Sebab-sebab Tertolaknya
Para ulama benar-benar telah membagi Hadis Mardud kepada beberapa bagian, mereka menamakan terhadap banyaknya bagian-bagian itu dengan nama-nama khusus, diantaranya ada yang tidak mereka namakan secara khusus akan tetapi mereka menamakan dengan nama yang bersifat umum yaitu “Dha’if”.
Adapun sebab-sebab tertolaknya Hadis itu banyak sekali akan tetapi secara global kembali kepada dua sebab pokok, yaitu:
1. Gugur Sanadnya
2. Gugur pada Rawinya