Sabtu, 30 Mei 2009

receipt provisions god

C. Ikhlas
The etimologis, stems from the sincere words khalasa which means clean, clear, pure and not mixed. Formed after a single-minded berarrti clean or purify. While the terminologis is a sincere labor is simply to get ridla Allah SWT.

Three elements: grace
Ikhlas is not determined by any or no material reward, but is determined by three factors, namely:

1. A sincere intention
In Islam, intention is very important factor, what should be done by someone based on bona ridla find God, not based on other motivations. Factor determining this is very acceptable practice or not someone on the side of God. Lhir amalnya are never good, but if the intention is not the basis for God amalannya will not be accepted and is useless.

2. Do well
Lkhlas melekuksn intention that something must membuktikannya do with these acts should dengn. Done with work ethics and a high professionalitas, may not be sembarangn, so original, especially ragged. Quality of charity work or does not have relation with humor or imabalan material.

3. Utilization of the results with both
Unsure from grace is the utilization of results are, that is sincere or not someone does not exist or is determined not by material rewards obtained, tetepi determined by the intention, the quality of charity, the results.

Eminency ikhlas
Allah SWT commanded us to worship Him kepeda-dengn full sincerity and do solely ridho expect him, in his words QS.Al-An 'am:
"Say: Verily salatku, ibadahku, life and death, are for Allah, Lord of the".

Riya Removing practice
Is single-minded opponents of riya. Seseatu not do that is because God, because tetepi want to be recommended because the intention or the other not to God. The word stems etimologis riya ra-a, Yara (view), fig-a, Yuri-u (show). So that people have shifted in the intention, not more keridoan search for God, but mengrarap praise of others. So that it can be concluded that in the struggle and not a cause riya resistant face the challenges and obstacles. Setaminanya not strong and not long-winded. Dia akan mudur quickly and jaded and nafsunnya when there is no memujinya. Conversely when receiving praise and flattery he will quickly forget and arrogant self. Both akan clear disadvantage themselves. Unlike the single-minded person, not terbuai with honors and is not jaded with the criticism. Staminanya strong and long-winded, even if love does not get the praise and the praise of anyone, keikhlasanya fear will fade, and more than that he classified the diridhoi that Allah SWT.

Senin, 25 Mei 2009

Taqwa Pada Allah

Taqwa pada Allah :Resume Karangan Yunahar Isyas

PENDAHULUAN


Ada beberapa definisi yang menyatakan bahwa akhlak atau khuluk itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dulu, secara tidak memerlukan pemikiran orang lain.
Istilah akhlak dalam bahasa arab yaitu “khalaka” (menciptakan), “makhliqun” (yang diciptakan) dan “khaliqun” yang menciptakan. Dalam kontek bahasa al quran, kata “khalaqa” menunjukan pengertian : menciptakan dari tiada ke ada. Karena itu, “khaliqn” menunjuk kepada zat yang serba kuat, dan sebaliknya, “makhliqun” menunjuk kepada konsep segala sesuatu yang serba lemah (dha’if).
Demikian, muatan istilah “akhlak” pada hakikatnya di sekitar pandangan, sifat, sikap dan tingkah laku yang seharusnya disadari dan dihayati dalam kehidupan nyata sehari hari sesuai dengan kondisi kelemahanya (kedhaifanya). Oleh karena itu, kalau ada orang yang tidak bersedia menyadari dan menghayati muatan “akhlak”, sama artinya dengan orang bersangkutan “mengingkari kondisi kemakhlukanya” yang sebenarnya serba lemah itu. Oleh karena itu pula berakhlaq (dalam ejaan indonesianya “berakhlaq”) bagi manusia sebagai makhluq merupakan sebuah keniscayaan. Dapat dikatakan bahwa istilah “akhlaq” adalah unik dan sukar dicari tandingannya. Dapat dikatakan bahwa istilah “akhlak” adalah unik dan sukar dicari tandingannya. Namun sayangnya, istilah ini masih kurang dipopulerkan oleh umat islam sendiri.
Dalam konteks struktur agama islam, dalam arti setelah ajaran islam, “disistematikan”, akhlak merupakan salah stu disiplin ilmu tersendiri. Sementara itu ada yang memasukanya dalam sub disiplin ilmu yang lain. Namun yang pasti, dunia akhlak adalah dunia “penghayatan keberagamaan” dan sekaligus dunia “ ekspresi fungsional” dari penghayatan keberagamaan tersebut. Yang ideal, akhlak sebagi disiplin ilmu dan sebagi wujut kongkrit pengalaman perlu diusahakan berjalan saling mendukung dan memperkokoh.


PEMBAHASAN


A. TAQWA
Definisi taqwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah SWT dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Lebih lanjut Thabbarah mengatkan bahwa makna asal sari taqwa adalah pemeliharaan diri. Seseorang yang bertaqwa dia akan hati-hati sekali menjaga segala perintah Allah, supaya dia tidak meninggalkannya. Hati-hati menjaga larangan Allah supaya dia tidak melanggarnya, hingga dia dapat hidup selamat dunia akhirat.

a. Hakikat Taqwa
Bila ajaran Islam dibagi menjadi Iman, Islam dan Ihsan, maka pada hakikatnya taqwa adalah integralisasi ketiga dimensi tersebut. Dalam Surat al-Baqarah ayat 177 Allah SWT mendefinisikan al-Birru dengan iman (beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab dan Nabi), Islam (mendirikan shalat dan menunaikan zakat) dan Ihsan (mendermakan harta yang dicintainya, menepati janji dan sabar). Dalam Surat al-Baqarah ayat 3-4 disebutkan empat criteria orang-orang yang bertaqwa, yaitu :

1. Beriman kepada yang ghaib
2. Mendirikan shalat
3. Menafkahkan sebagian rizeki yang diterimanya dari Allah
4. Beriman kepada kitab suci al-Qur’an dan kitab-kitab sebelumnya
5. Beriman kepada hari akhir.

Sementara itu dari Surat Ali Imran ayat 134-135 disebutkan empat cirri-ciri orang yang bertaqwa, yaitu :

1. Dermawan (menafkahkan hartanya baik dalam waktu lapang maupun sempit).
2. Mampu menahan amarah.
3. Pemaaf.
4. Istighfar dan taubat dari segala kesalahan.

Dari beberapa ayat di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hakikat taqwa adalah memadukan secara integral aspek Iman, Islam, dan Ihsan dalam diri seseorang. Dengan demikian orang yang bertaqwa adalah orang yang dalam waktu bersamaan menjadi Mukmin, Muslim dan Muhsin.

b. Bertaqwa Secara Maksimal
Dalam Surat Ali Imran ayat 120 Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman supaya bertaqwa secara maksimal, yaitu dengan mengerahkan semua potensi yang dimiliki. Kualitas ketaqwaan seseorang meningkatkan tingkat kemuliaannya di sisi Allah. Semakin maksimal ketaqwaannya semakin mulia dia.

c. Buah Dari Taqwa
Seseorang yang berraqwa kepada Allah SWT akan memetik buahnya baik di dunia maupun akhirat, yaitu :

1. Mendapatkan sifat Furqan, yaitu sikap tegas membedakan antara hak dan batil, benar dan salah, halal dan haram, serta terpuji dan tercela. (QS. Al-Anfal : 4)
2. Mendapatkan limpahan berkah dari langit dan bumi. (al-A’raf : 96)
3. Mendapatkan jalan keluar dari kesulitan. (at-Talaq : 2)
4. Mendapatkan rezeki tanpa diduga-duga. (at-Talaq : 3)
5. mendapatkan kemudahan dalam urusannya. (at-Talaq : 4)
6. Menerima penghapusan dan pengampunan dosa serta mendapatkan pahala yang besar. (al-Anfal : 29)

B. CINTA DAN RIDLA
Cinta adalah kesadaran diri. Perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih saying. Islam tidak hanya mengakui keberadaan cinta, tetapi juga mengaturnya sehingga terwujud dengan mulia. Bagi seorang mukmin, cinta pertama dan utama sekali yaitu kepada Allah SWT karena Allah-lah yang menciptakan alam semesta dan seluruh isinya, serta Allah-lah yang mengelola dan memeliharanya.
Sejalan dengan cintanya kepada Allah SWT, seorang mukmin akan mencintai Rasul dan jihad pada jalan-Nya. Sedangkan cinta kepada ibu ayah, anak-anak, sanak saudara, harta benda dan segala macamnya adalah cinta menengah yang harus berada di abwah cinta utama. Artinya, segala sesuatu baru boleh dicintai kalau diizinkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan pelaksanaannya harus sesuai dengan syariat yang telah diturunkan-Nya.
Konsekuensi cinta kepada Allah adalah mengikuti segala yang diajarkan oleh Rasulullah, seperti dalam firman Allah QS. Ali Imran ayat 31. Bila seseorang mencintai Allah SWT tentu dia akan selalu berusaha melakukan segala sesuatu yang dicintai-Nya, meninggalkan sesuatu yang tidak disukai-Nya. Bahkan dalam satu hadis Rasulullah menjelaskan bahwa seseorang akan merasakan kemanisan iman tatkala di mampu mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari segala-galanya.

C. IKHLAS
Secara etimologis, ikhlas berakar dari kata khalasa yang artinya bersih, jernih, murni dan tidak tercampur. Setelah dibentuk menjadi ikhlas berarrti membersihkan atau memurnikan. Sedangkan secara terminologis yang dimaksud dengan ikhlas adalah beramal semata-mata untuk mendapatkan ridla Allah SWT.

Tiga Unsur Keikhlasan
Ikhlas itu tidak ditentukan oleh ada atau tidaknya imbalan materi, tetapi ditentukan oleh tiga factor, yaitu :

1. Niat yang ikhlas
Dalam Islam, factor niat sangat penting, apa saja yang dilakukan oleh seseorang haruslah berdasarkan niat mencari ridla Allah, bukan berdasarkan motivasi lain. Factor ini memang sangat menentukan diterima atau tidaknya amalan seseorang di sisi Allah. Betapapun secara lhir amalnya baik, tapi kalau landasan niatnya bukan karena Allah amalannya tidak akan diterima dan merupakan hal yang sia-sia.

2. Beramal dengan sebaik-baiknya
Niat yang lkhlas melekuksn sesuatu harus membuktikannya dengan melakukan perbuatan tersebut dengn sebaiknya. Dilakukan dengan etos kerja dan professionalitas yang tinggi, tidak boleh sembarangn, asal jadi, apalagi acak-acakan. Kualitas amal atau pekerjaan tidak ada kaitannya denga humor atau imabalan materi.

3. Pemanfaatan hasil usaha dengan baik
Unsure Dari keikhlasan ini menyangkut pemanfaatan hasil yang diperoleh, yaitu ikhlas atau tidaknya seseorang beramal tidak ditentukan oleh ada atau tidaknya imbalan materi yang didapat, tetepi ditentukan oleh niat, kualitas amal, pemanfaatan hasil.

Keutamaan ikhlas
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk beribadah kepeda-Nya dengn penuh keikhlasan dan beramal semata-mata mengharap ridho-Nya, dalam firman-Nya QS.Al-An’am:
“Katakanlah: Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta”.

Riya Menghapus Amalan
Lawan dari ikhlas adalah riya. Yaitu melakukan seseatu bukan karena Allah, tetepi karena ingin dipuji atau karena pamrih lainnya yang bukan untuk Allah. Secara etimologis riya berakar kata ra-a, yara (melihat), ara-a, yuri-u (memperlihatkan). Sehingga orang dalam niatnya sudah bergeser, bukan lagi mencari keridoan Allah, tetapi mengrarap pujian orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam dan berjuang riya menyebabkan seorang tidak tahan menghadapi tantangan dan hambatan. Setaminanya tidak kuat dan nafasnya tidak panjang. Dia akan cepat mudur dan patah semangat dan nafsunnya bila tidak ada yang memujinya. Sebaliknya bila menerima pujian dan sanjungan dia akan cepat sombong dan lupa diri. Kedua-duanya jelas akan merugikan dirinya sendiri. Berbeda dengan orang yang ikhlas, tidak terbuai dengan pujian dan tidak patah semangat dengan kritikan. Staminanya kuat dan nafasnya panjang, bahkan tidak suka bila mendapat sanjungan dan pujian dari siapapun, takut akan luntur keikhlasanya, dan lebih dari itu ia tergolong orang yang diridhoi Allah SWT.

D. KHAUF DAN RAJA’
khauf dan raja’ adalah sepasang sikap batin yang harus dimiliki secara seimbang oleh setiap muslim. Bila salah satu yang dominant dari yang lainya akan melahirkan pribadi yang tidak seimbang.dominasi khauf menyebabkan sikap pesimisme dan putus asa, sementara dominasi raja’ menyebabkan seseorang lalai dan lupa diri serta meresa aman dari azab Allah SWT. Yang pertama adalah sikap orang kafir, dan yang kedua adalah sikap orang-orang yang merugi. Yang kedua menyadarkan manusia untuk tidak meneruskan kemaksiatan yang telah dilakukannya dan menjauhkan dari segala macam bentuk kefasikan dan hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT. Jika seseorang takut kepada Allah, maka dia akan menjaga matanya dari pandangan yang dilarang, dan memelihara hatinya dari sifat sifat benci, iri, dengki,sombong, riya, takabur dan lain-lain.

1. Raja’
Raja’ atau harap adalah memautkan hari dari sesuatu yang disukai pada masa yang akan datang. Raja’ harus didahului oleh usaha yang sungguh sungguh, harapan tanpa usaha namanya angan angan kosong. Khauf didahulukan dari raja’ karena khauf dari bab takhalliyah (menyongsong hati dari sifat jelek), sedangkan raja’ dari bab mukhalafah (meninggalkan segala pelanggaran), dan tahalliyah mendorong seseorang untuk beramal.

2. Khauf
Khauf adalah kegaulan hati membayangkan sesuatu yang tidak disukai yang akan menimpanya, atau membayangkan hilangnya sesuatu yang disukai (faza’ al-qalb min makyuh yanaluh). Dalam islam semua rasa takut bersumber dari rasa takut pada Allah SWT. Hanya Allahlah yang paling berhak untuk ditakuti oleh setiap orang yang mengaku beriman kepada-Nya.

Menurut Sayyid Sabiq, ada dua sebab kenapa orang takut pada Allah SWT, yaitu :
 Karena dia mengenal Allah SWT. Takut seperti ini dinamai dengan khaufal-‘Arifin.
 Karena dosa dosa yang dilakukannya, ia takut akan azab Allah SWT.

Sikap khauf dan raja’ harus berlangsung sejalan dan seimbang dalam diri seseorang muslim. Kalu hanya membayangkan azab Allah seseorang akan putus asa untuk dapat masuk surga, sebaliknya kalau hanya membayangkan rahmat Allah semua merasa dapat masuk surga.

Kamis, 21 Mei 2009

Hukum Bunga Bank


Seluk beluk bank menjadikan pertanyaan bagi orang muslim. Termasuk riba kah bunga bank itu,?. Karena orang muslim dianjurkan agar selalu hati hati dalam menggunakan, mengkonsumsi untuk kebutuhan sehari hari. Jangan sampai memiliki atau memakan, atau juga memanfaatkan barang yang haram. Termasuk bunga atau hasil tambahan yang didapat dari jalan yang bathil.
Agar tidak salah faham, sebagau manusia dituntut untuk mencari ilmu dan mengamalkannya yang tujuannya untuk dapat menetahui jalan manakah yang harus ditempuh dalam hidup agar selamat dunia akherat.

Riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Praktek riba dilarang dalam Islam dan merupakan salah satu dosa besar. Allah SWT dan Rasul-Nya menyatakan perang terhadap pihak-pihak yang melakukan akad jual beli berbasis riba, sebagaimana tercantum didalam Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah 2, ayat 278-279: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

Islam bersikap sangat keras dalam persoalan riba semata-mata demi melindungi kemaslahatan manusia, baik dari segi akhlak, masyarakat maupun perekonomiannya.

Kiranya cukup untuk mengetahui hikmahnya seperti apa yang dikemukakan oleh Imam ar-Razi dalam tafsir Qurannya sebagai berikut:

1. Riba adalah suatu perbuatan mengambil harta kawannya tanpa ganti. Sebab orang yang meminjamkan uang 1 dirham dengan 2 dirham, misalnya, maka dia dapat tambahan satu dirham tanpa imbalan ganti. Sedang harta orang lain itu merupakan standard hidup dan mempunyai kehormatan yang sangat besar, seperti apa yang disebut dalam hadis Nabi Muhammad SAW:

"Bahwa kehormatan harta manusia, sama dengan kehormatan darahnya."

Oleh karena itu mengambil harta kawannya tanpa ganti, sudah pasti haramnya.

2. Bergantung kepada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan bekerja. Sebab kalau si pemilik uang yakin, bahwa dengan melalui riba dia akan beroleh tambahan uang, baik kontan ataupun berjangka, maka dia akan memudahkan persoalan mencari penghidupan, sehingga hampir-hampir dia tidak mau menanggung beratnya usaha, dagang dan pekerjaan-pekerjaan yang berat. Sedang hal semacam itu akan berakibat terputusnya bahan keperluan masyarakat. Satu hal yang tidak dapat disangkal lagi bahwa kemaslahatan dunia seratus persen ditentukan oleh jalannya perdagangan, pekerjaan, perusahaan dan pembangunan.

(Tidak diragukan lagi, bahwa hikmah ini pasti dapat diterima, dipandang dari segi perekonomian).

3. Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma'ruf) antara sesama manusia dalam bidang pinjam-meminjam. Sebab kalau riba itu diharamkan, maka seseorang akan merasa senang meminjamkan uang satu dirham dan kembalinya satu dirham juga. Tetapi kalau riba itu dihalalkan, maka sudah pasti kebutuhan orang akan menganggap berat dengan diambilnya uang satu dirham dengan diharuskannya mengembalikan dua dirham. Justru itu, maka terputuslah perasaan belas-kasih dan kebaikan.

(Ini suatu alasan yang dapat diterima, dipandang dari segi etika).

4. Pada umumnya pemberi piutang adalah orang yang kaya, sedang peminjam adalah orang yang tidak mampu. Maka pendapat yang membolehkan riba, berarti memberikan jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan. Sedang tidak layak berbuat demikian sebagai orang yang memperoleh rahmat Allah.

(Ini ditinjau dari segi sosial).

Ini semua dapat diartikan, bahwa dalam riba terdapat unsur pemerasan terhadap orang yang lemah demi kepentingan orang kuat (exploitasion de l'home par l'hom) dengan suatu kesimpulan: yang kaya bertambah kaya, sedang yang miskin tetap miskin. Hal mana akan mengarah kepada membesarkan satu kelas masyarakat atas pembiayaan kelas lain, yang memungkinkan akan menimbulkan golongan sakit hati dan pendengki; dan akan berakibat berkobarnya api pertentangan di antara anggota masyarakat serta membawa kepada pemberontakan oleh golongan ekstrimis dan kaum subversi.

Sejarah pun telah mencatat betapa bahayanya riba dan si tukang riba terhadap politik, hukum dan keamanan nasional dan internasional.

Posted by ferry

Riba Bunga Bank

Sering terjadi perdebatan tentang boleh atau tidaknya bahwa masyarakat berinteraksi dengan bank. Kenapa demikian..? karena menabung dibank sama tidak terlepas dari bunga, yang biasa disebut bunga bank. Padahal dalam islam yang namanya bunga hukumnya haram.
Seperti halnya bila kita meminjamkan uang kepada orang lain dan dengan perjanjian harus mengembalikan dengan lebih sebagai bunganya, maka hukumnya haram. Islam sangat mengecam tentang membungakan uang atau barang.
Untuk lebih jelasnya baca keterangan di bawah ini dari majelis ulama indonesia.

Majelias Ulama Indonesia.

KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 1 Tahun 2004
Tentang
BUNGA (INTERSAT/FA’IDAH)

MENIMBANG :
a. bahwa umat Islam Indonesia masih mempertanyakan status hukum bunga (interst/fa’idah) yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (al-qardh) atau utang piutang (al-dayn), baik yang dilakukan oleh lembaga keuangan,individu maupun lainnya;
b. bahwa Ijtima’Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia pada tanggal 22 Syawal 1424 H./16 Desember 2003 telah menfatwakan tentang status hukum bunga;
c. bahwa karena itu, Majelis Ulama Indonesia memnadang perlu menetapkan fatwa tentang bunga dimaksud untuk di jadikan pedoman.

MENGINGAT :
1. Firman Allah SWT, antara lain :
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,lalu terus berhenti (darimengambil riba), maka baginya maka yang telah diambilnya dahulu (sebelum dating larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tiadak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran,dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman,mengerjakan amal shaleh,mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum di pungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.Dan jika (orang-orang berhutang itu) dalam kesukaran,mereka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu,lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (Ali’Immran [3]: 130).
2. Hadis-hadis Nabi s.a.w., antara lain :
Dari Abdullah r.a., ia berkata : “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan orang yang memakan (mengambil) dan memberikan riba.” Rawi berkata: saya bertanya:”(apakah Rasulullah melaknat juga) orang yang menuliskan dan dua orang yang menajdi saksinya?” Ia (Abdullah) menjawab : “Kami hannya menceritakan apa yang kami dengar.” (HR.Muslim).
Dari Jabir r.a.,ia berkata : “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikn, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikan.” Ia berkata: “mereka berstatus hukum sama.” (HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Akan dating kepada umat manusia suatu masa dimana mereka (terbiasa) memakan riba. Barang siapa tidak memakan (mengambilnya)-nya,ia akan terkena debunya.”(HR.al-Nasa’I).
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Riba adalah tujuh puluh dosa; dosanya yang paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang berzina dengan ibunya.” (HR. Ibn Majah).
Dari Abdullah, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: “Riba mempunyai tujuh puluh tiga pintu (cara,macam).” (HR. Ibn Majah).
Dari Abdullah bin Mas’ud: “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, dua orang yang menyaksikannya.” (HR. Ibn Majah)
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sungguh akan datang kepada umat manusia suatu masa dimana tak ada seorang pun diantara mereka kecuali (terbias) memakan riba. Barang siapa tidak memakan (mengambil)-nya,ia akan terkena debunya.”(HR. Ibn Majah).
3. Ijma’ ulama tentang keharaman riba dan bahwa riba adalah salah satu dosa besar (kaba’ir) (lihat antara lain: al-Nawawi, al-Majmu’Syarch al-Muhadzdzab, [t.t.: Dar al-Fikr,t.th.],juz 9,h 391)


MEMPERHATIKAN :
1. Pendapat para Ulama ahli fiqh bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (utang piutang, al-qardh wa al-iqtiradh) telah memenuhi kriteria riba yang di haramkan Allah SWT., seperti dikemukakan,antara lain,oleh :
Al-Nawawi berkata, al-Mawardi berkata: Sahabat-sahabat kami (ulama mazhab Syafi’I) berbeda pendapat tentang pengharaman riba yang ditegaskan oleh al-Qur’an, atas dua pandangan.Pertama, pengharaman tersebut bersifat mujmal (global) yang dijelaskan oleh sunnah. Setiap hukum tentang riba yang dikemukakan oleh sunnah adalah merupakan penjelasan (bayan) terhadap kemujmalan al Qur’an, baik riba naqad maupun riba nasi’ah.
Kedua, bahwa pengharaman riba dalam al-Qur’an sesungguhnya hanya mencakup riba nasa’yang dikenal oleh masyarakat Jahiliah dan permintaan tambahan atas harta (piutang) disebabkan penambahan masa (pelunasan). Salah seorang di antara mereka apabila jatuh tempo pembayaran piutangnya dan pihang berhutang tidak membayarnya,ia menambahkan piutangnya dan menambahkan pula masa pembayarannya. Hal seperti itu dilakukan lagi pada saat jatuh tempo berikutnya. Itulah maksud firman Allah : “… janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda… “ kemudian Sunnah menambahkan riba dalam pertukaran mata uang (naqad) terhadap bentuk riba yang terdapat dalam al-Qur’an.
a. Ibn al-‘Araby dalam Ahkam al-Qur’an :
b. Al-Aini dalam ‘Umdah al-Qary :
c. Al-Sarakhsyi dalam Al-Mabsuth :
d. Ar-Raghib al-Isfani dalam Al-Mufradat Fi Gharib al-Qur;an :
e. Muhammad Ali al-Shabuni dalam Rawa-I’ al-Bayan :
f. Muhammad Abu Zahrah dalam Buhuts fi al-Riba :
g. Yusuf al-Qardhawy dalam fawa’id al-Bunuk :
h. Wahbah al-Zuhaily dalam Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh :
2. Bunga uang atas pinjaman (Qardh) yang berlaku di atas lebih buruk dari riba yang di haramkan Allah SWT dalam Al-Quran,karena dalam riba tambahan hanya dikenakan pada saat jatuh tempo. Sedangkan dalam system bunga tambhan sudah langsung dikenakan sejak terjadi transaksi.
3. Ketetapan akan keharaman bunga Bank oleh berbagai forum Ulama Internasional, antara lain:
a. Majma’ul Buhuts al-Islamy di Al-Azhar Mesir pada Mei 1965
b. Majma’ al-Fiqh al-Islamy Negara-negara OKI Yang di selenggarakan di Jeddah tgl 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 28 Desember 1985.
c. Majma’ Fiqh Rabithah al-Alam al-Islamy, keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan di makkah tanggal 12-19 Rajab 1406 H.
d. Keputusan Dar Al-Itfa, kerajaan Saudi Arabia,1979
e. Keputusan Supreme Shariah Court Pakistan 22 Desember 1999.
4. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bunga tidak sesuai dengan Syari’ah.
5. Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammdiyah tahun 1968 di Sidoarjo yang menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi system perekonomian khususnya Lembaga Perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam.
6. Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar Lampung yang mengamanatkan berdirinya Bank Islam dengan system tanpa Bunga.
7. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (interest/fa’idah), tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003.
8. Keputusasn Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqa’idah 1424/03 Januari 2004;28 Dzulqa’idah 1424/17 Januari 2004;dan 05 Dzulhijah 1424/24 Januari 2004.

Dengan memohon ridha Allah SWT
MEMUTUSKAN
MEMUTUSKAN : FATWA TENTANG BUNGA (INTERST/FA`IDAH):
Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba
1. Bunga (Interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang di per-hitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut,berdasarkan tempo waktu,diperhitungkan secara pasti di muka,dan pada umumnya berdasarkan persentase.
2. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penagguhan dalam pembayaran yang di perjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah.
Kedua : Hukum Bunga (interest)
3. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada jaman Rasulullah SAW, Ya ini Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.
4. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram,baik di lakukan oleh Bank, Asuransi,Pasar Modal, Pegadian, Koperasi, Dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Ketiga : Bermu’amallah dengan lembaga keuangan konvensional
5. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah dan mudah di jangkau,tidak di bolehkan melakukan transaksi yang di dasarkan kepada perhitungan bunga.
6. Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah,diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat.

posted by farid wahid

Rabu, 13 Mei 2009

Tafsir Ahkam

ﺒﺴﻢ ﺍﷲ ﺍﻠﺮﺤﻤﻥ ﺍﻠﺮﺤﻴﻡ

ﻭﻤﻥ ﺍﻴﺎﺘﮫ ﺍﻥ ﺨﻠﻖ ﻠﻛﻢ ﻤﻥ ﺍﻨﻔﺴﻛﻢ ﺍﺰﻮﺠﺎ ﻠﺘﺴﻛﻨﻮﺍ ﺇﻠﻴﻬﺎ ﻮ ﺠﻌﻞ ﺒﻴﻨﻛﻢ ﻤﻮﺪﺓ ﻮ ﺮﺤﻤﺔ ﺍﻦ ﻔﻲ ﺬﻠﻚ ﻵﻴﺎﺖ ﻠﻗﻮﻢ ﻴﺗﻓﻜﺮﻮﻥ ﺍﻠﺭﻮﻢ ۲۱

Artinya : Dan diantara tanda-tanda-Nya adalah Dia menciptakan untuk kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, supaya kamu tenang kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu mawaddah dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.

Ulama menerjemahkan atau memahami kata ﺍﺰﻮ۱ﺝ (azwaj) pada ayat ini dalam arti istri-istri. Sedangkan nkata ﺇﻠﻴﻬﺎ (ilaiha) yang menggunakan bentuk kata ganti feminim menunjuk kepada perempuan, dan kata ﻠﻛﻢ (lakum) menunjuk kepada maskulin. Sehingga ia tertuju kepada laki-laki dalam hal ini adalah suami.
Bentuk feminism pada kata ﺇﻠﻴﻬﺎ (ilaiha) menunjuk kepada ﺍﺰﻮ۱ﺝ (azwaj) dalam kedudukannya sebagai jamak. Dan seperti diketahui dalam bahasa arab bentuk jamak ditunjuk dengan menggunakan sifat feminism. Di sisi lain bahasa arab yang cenderung menyingkat kata-kata, mencukupkan memilih bentuk maskulin tanpa menyebut lagi bentuk feminism untuk kata-kata yang mencakup keduanya. Semua perintah dan uraian al-Qur’an yang berbentuk maskulin tertuju pula kepada feminism selama tidak ada indicator yang menunjukkan kekhususan untuk pria.
Demikian pula dalam ayat diatas ﺰﻮﺝ (zauj) yang merupakan bentuk tunggal dari kata ﺍﺰﻮ۱ﺝ (azwaj) maka berarti “siapa saja yang menjadikan sesuatu yang tunggal menjadi dua dengan kehadirannya” atau dengan kata lain, pasangan baik ia pria maupun wanita.
Kata ﺍﻨﻔﺴﻛﻢ (anfusikum ) adalah bentuk jamak dari kata ۱ﻠﻨﻓﺲ (nafs) yang antar lain berarti jenis atau diri atau totalitas tertentu. Pernyataan bahwa pasangan manusia diciptakan dari jenisnya mewnjadikan sementara ulama menyatakan bahwa Allah swt tidak membolehkan mengawini mengawini selain jenisnya, dan jenisnya itu adalah merupakan pasangannya. Disisi lain, penggunaan kata anfus dan pernyataan Allah dalam QS. An-Nisa’(4) : 1 bahwa Allah swt menciptakan dari ﻨﻓﺲ ﻮﺣﺪﺓ nafsin wahidah pasangannya, mengandung makna bahwa pasangan suami istri hendaknya menyatu sehingga menjadi nafs yang satu, yakni menyatu dalam perasaan dan pikirannya, dalam harapan dan cita, dalam gerak dan langkahnya, bahkan dalam menarik dan menghembskan nafasnya. Itu sebabnya perkawinan dinamakan zawaj yang berarti keberpasangan disamping dinamai dengan nikah yang berarti penyatuan jassmani dan ruhani.
Kata ﻠﺘﺴﻛﻨﻮﺍ (taskunu) terambil dari kata ﺴﻛﻥ (sakana) yaitu diam, tenang setelah sebelumnya goncang dan sibuk. Dari sini, rumah dinamakan dengan sakan karena rumah adalah tempat memperoleh ketenangan dan ketentraman bagi para penghuninya. Perkawinan melahirkan ketenangan batin, karena setiap jenis kelamin baik pria maupun wanita dilengkapi oleh Allah swt dengan alaty kelamin, yang tidak dapat berfungsi secara sempurna jika ia berdiri sendiri. Kesempurnaan eksistensi makhluk hanya tercapai dengan bergabungnya masing-masing pasangan dengan pasangannya. Allah swt telah menciptakan dalam diri setiap manusia dorongan untuk menyatu dengan pasangannya apalagi masing-masing ingin mempertahankan eksistensi jenis dan keturunannya. Maka dari sinilah Allah swt menciptakan pada diri manusia naluri seksual. Karena itu, setiap jenis tersebut merasa gelisah, pikirannya akan kacau, dan jiwanya akan terus bergejolak jika penggabungan dan kebersamaan dengan pasangannya tidak tercapai dan terpenuhi. Karena itu Allah swt mensyari’atkan bagi manusia perkawinan, agar kekacauan pikiran dan gejolak jiwa itu mereda dan masing-masing memperoleh ketenangan. Itulah antara lain maksud (litaskunu ilaiha).
Kata ﻤﻮﺪﺓ (mawaddah) dan ﺮﺤﻤﺔ (rahmah) secara bahasa Indonesia dapat diterjemahkan de.ngan cinta dan kasih sayang. Pemilik dari sifat mawaddah ini menjadikannya tidak rela pasangannya atau mitranya disentuh oleh sesuatu yang mengeruhkannya, kendati boleh jadi dia mempunyai sifat dan kecenderungan bersifat kejam. Seseorang yang dipenuhi dengan sifat mawaddah, maka dia bukan saja tidak rela pasangan hidupnya disentuh olerh sesuatu yang buruk, dia bahkan bersedia menampung keburukan itu bahkan mengorbankan diri demi kekasihnya. Ini karena makna asal kata mawaddah mengandung arti kelapangan dan kekosongan. Ia adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. “jika Anda menginginkan kebaikan dan mengutamakannya untuk orang lain maka anda telah meencintainya. Tetapi jika anda menghendaki untuknya untuknya kebaikan dan tidak menghendaki untuknya selain itu, apapun yang terjadi maka mawaddah telah menghiasi diri anda. Mawaddah adalah jalan menuju teraibaikanya perngutamaan kenikmatan duniawi bahkan kenikmatan untuk siapa yang tertuju kepadanya mawaddah itu, karena itu maka siapa saja yang memilikinya dia tidak akan pernah memutuskan hubungan apapun yang terjadi.
Kemudian kita dapat bertanya “siapa yang menciptakan rasa itu dalam hati pasangan suami dan isteri? Kesediaan seorang suami untuk membela isteri sejak saat terjadinya hubungan dengannya, sungguh merupakan keajaiban. Kesediaan seorang wanita untuk hidup bersama seorang laki-laki, meninggalkan orangtuanya dan keluarga yang membesarkannya dan mengganti semua itu dengan penuh kerelaan untuk hidup bersama seorang laki-laki yang menjadi suaminya, serta bersedia membuka rahasianya yang paling dalam, semua itu adalah hal-hal yang tidak mudah akan dapat terlaksana tanpa adanya kuasa Allah yang mengatur hati suami dan isteri. Demikian itu yang diciptakan Allah dalam hati suami dan isteri yang hidup harmonis kapan dan dimanapun manusia berada.

ilmu fikih

Membaca sejarah perkembangan fikih perlu dirunut mulai dari sejak masa kenabian dimana wahyu itu turun dan syariat Islam terbentuk. Bagaimanapun juga, fikih dalam pengertian luasnya tidak lain adalah ikhtiar serius untuk menjelaskan dan menjabarkan secara praksis pesan-pesan syariah yang kemudian terkodifikasikan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Sepanjang kesejarahan umat Islam yang kian hari semakin kompleks pasca meninggalnya Nabi Muhammad, syariah senantiasa menjadi referensi utama bagi umat Islam untuk menemukan petunjuk dan bimbingan dalam menghadapi dinamika kehidupannya. Pada konteks ini, syariah kemudian menjadi wilayah ijtihad yang bersifat open ended, yakni membuka ruang bagi adanya keragaman pemahaman dan tafsir. Yang menarik, ijtihad ternyata telah menjadi instrumentasi keagamaan yang penting selain al-Qur’an dan al-Sunnah bahkan sejak masa kenabian.

Hal ini dibuktikan misalnya dengan pembenaran prosedur Mu’az bin Jabal dalam memutuskan perkara yang akan dihadapinya selama bertugas di Yaman. Mu’az menjelaskan kepada Nabi bahwa apabila dalam suatu perkara tidak dijumpai jawaban praktisnya dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, ia akan berusaha mencari pemecahannya dengan pertimbangan akal. Penerapan prosedur pengambilan kebijakan serupa juga telah ditempuh oleh Abu Bakar dan Umar bin al-Khattab semasa menjabat sebagai khalifah. Riwayat dari Maymun bin Mahran mendeskripsikannya berikut ini:
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber hukum Islam pada masa permulaan Islam adalah: (1) al-Qur’an; (2) al-Sunnah; dan (3) akal pikiran (ra’yu) manusia yang memiliki kompetensi ijtihad termasuk penguasaan metodologi hukum seperti ijma’, qiyas dan lainnya.

Berbagai perbedaan pendapat (ijtihad) memang tercatat telah muncul sejak masa kenabian, tetapi sekalipun demikian ikhtilaf yang ada tidak sampai menyebabkan terjadinya sengketa yang berakhir pada perpecahan umat. Konflik secara terbuka baru menguat pasca kekhalifahan Uthman bin ‘Affan dimana puncaknya terjadi pada peristiwa perang Jamal antara kubu Ali dan Aisyah serta perang Siffin antara kubu Ali dan Muawiyah. Perseteruan baru mulai mereda sepeninggal Ali dan naiknya Mu’awiyah ke tampuk kekuasaan. Tetapi inipun tidak serta-merta menyebabkan polarisasi internal umat Islam menjadi berakhir. Sejak saat itu, umat Islam secara umum dapat dipetakan kedalam tiga kelompok berikut: (1) Mayoritas umat Islam yang menerima kepemimpinan Muawiyah, (2) Shiah yang masih loyal kepada figur Ali, dan (3) Khawarij.

Masing-masing kelompok tersebut memiliki corak pemahaman keagamaan yang khas, termasuk dalam aspek fikih. Misalnya aliran Khawarij yang berpendapat bahwa hak menjadi khalifah tidak hanya terbatas menjadi milik keturunan suku Quraysh, tetapi harus dikembalikan kepada pilihan merdeka kaum muslimin. Pandangan ini tentu berbeda dengan pandangan umum kelompok Ahl al-Sunnah maupun pandangan kelompok Syiah ketika itu. Khawarij juga berpendapat bahwa perbuatan ibadah merupakan bagian dari iman sehingga siapapun yang berbuat dosa besar (kabair) akan menjadi kafir. Bahkan kesalahan pemikiran atau pendapat juga masuk dalam kategori perbuatan dosa yang dapat menyebabkan kekafiran. Karena itulah mereka mengkafirkan Ali, Muawiyah dan sahabat lainnya yang menerima keabsahan tahkim. Dalam persoalan taharah, mereka memandang bahwa kesucian tidak cukup hanya dengan bersihnya badan tetapi juga bersihnya lisan dari dusta dan perkataan batil lainnya. Atas dasar ini mereka menjadikan perkataan kotor dan sejenisnya sebagai hal-hal yang membatalkan wudhu. Khawarij juga percaya bahwa sumber hakiki satu-satunya dari syariat Islam hanyalah al-Qur’an dan bukan yang lainnya. Dari sini mereka banyak sekali menolak rumusan sunnah yang dinilai menyelisihi al-Qur’an. Misalnya hadith berikut:
Menurut mereka riwayat ini tidak dapat diterima karena bertentangan dengan firman Allah yang menyatakan bolehnya ahli waris memperoleh wasiat.

« Pengertian Fikih Perkembangan Fikih »

Rabu, 06 Mei 2009

Khomer

PENDAHULUAN

Rusaknya mentalitas bangsa disebabkan berbagai faktor yamg saling kait-mengkait. Salah satu sebabnya adalah rusaknya akal yang salah satu penyebabnya adalah khamar (arak). Khamar merupakan zat cair dari bahan nabati sebagai produk budaya manusia. Setelah diminum oleh manusia, kemudian bereaksi di dalam tubuh yang akhirnya menimbulkan berbagai perubahan perangai dan tingkah lakunya, secara tidak disadari kadang-adang berbicara aneh maupun bertindak yang sering kali tidak terkontrol.
Dengan melihat akibat yang ditiimbulkan dengan adanya khamar, yang mana merupakan pangkal induk dari semua perbuatankeji, maka agama juga melarangnya. surah Al-Maidah ayat 90 dan 91 dijadikan pedoman (hukum) yang sangat jelas tentang larangan mengonsumsi khamar karena dapat memabukan dan merusak kesehatan serta kenormalan akal manusia.
Isalam tidak hanya melarang mengonsumsi, tetapi memperdagangkanyapun juga dilarang, sekalipun diluar dengan islam. Oleh karena itu, haram hukumnya seorang islam mengimpor, memproduksi, membuka atau bekerja di pembuatan khamar.
Didalam makalah ini penulis mencoba mengupas tentang permasalahan khamar yang ada didalam Al-Quran berdasarkan tafsin An-Nur. Selain itu penulis juga berusaha memaparkan tentang bahaya atau akibat dari barang memabukan tersebut.

A. Pengertian Khamar
Khamar adalah minuman memabukkan. Khamar dalam bahasa arab berarti ”menutup” kemudian dijadikan nama bagi segala yang memabukkan dan menutup aurat.
Selanjutnya, kata khamar dipahami sebagai nama minuman yang membuat peminumnya mabuk atau gangguan kesadaran. Pada zaman klasik, cara mengonsumsi benda yang memabukkan diolah oleh manusia dalam bentuk minuman sehingga para palakunya disebut dengan peminum. Pada era modern, benda yang memabukkan dapat dikemas menjadi aneka ragam kemasan berupa benda padat, cair dan gas yang dikemas menjadi bentuk makanan, minuman,tablet, kapsul, atau serbuk, sesuai denagan kepentingan dan kondisi si pemakai. Delik pidana yang dimaksud dalam pembahasan ini, yaitu seluruh tindakan untuk mengonsumsi makanan atau minuman melalui pencernaan atau jaringan tubuh seperti penyuntikan dan cara yang membuat pemakainya mengalami gangguan kesadaran.
Miniman khamar menurut bahasa Alquran adalah minuman yang terbuat dari biji-bijian atau buah-buahan yang melalui proses begitu rupa sehingga dapat mencapai kadar minuman yang memabukkan. Pengertian ini ditetapkan berdasarkan hadits Rasulullah saw yang berbunyi sebagai berikut.
عن ابن عمر ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال كل مسكر خمر وكل مسكر حرام
Dari Ibnu Umar ra, bahwa rasulullah saw bersabda setiap yang memabukkan adalah arak, dan setiap yang memabukkan adalah haram.
Para fuqaha ada yang memberi pengertian khamar, yaitu cairan yang memabukkan, yang terbuat dari buah-buahan seperti anggur, kurma yang barasal dari biji-bijian seperti gandum dan yang berasal dari manisan seperti madu, atau hasil atas sesuatu yang mentah baik diberi nama klasik atau nam amodern yang beredar dalam masyarakat secara umum.
Pengertian ini didasarkn pada hadits rosulullah saw yang artinya:
Dari ibnu Umar ra bahwa rasulullah saw bersabda: sesungguhnya daru anggur dibuat khamar dan dari madu dibuat khamar dan dari sahib(anggur kering) dibuat khamar dan dari gandum dibuat khamar dan Aku melarang kamu dari setiap yang memabukkan.
Selain itu, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa miniman memabukkan identik dengan alcohol, karena tanpa alkohol pada suatu minuman tidak akan terwujud zat yang menjadi miniman keras.

B. Larangan Khamar Dalam Alquran (Tafsir An-Nur)
Sebelum datanganya larangan minum khamar pada dasarnya hukum makan dan minum itu adalah mubah. Akan tetapi karena adanya gangguan akal yang diakibatkan oleh minuman khamar, padahal akal dikaruniakan oleh Tuhan untuk dipakai sebagai satu-satunya alat untuk memperoleh kesejahteraan, sehingga karena gangguan akal tersebut dapat membuat kerusakan dimuka bumi ini. Hal seperti itulah yang tidak disukai oleh Tuhan. Sehingga khamar dilarang oleh Tuhan dengan melihat kemadharatan tersebut. Larangan tuhan terhadap minum khamar ini paling tidak mengandung hikmah agar manusia tetap dapat memiliki mentalitas adil ihsan serta dapat memberikan manfaat pada kerabat, bukan malah sebaliknya.
Tuhan dalam melarang umatnya untuk tidak minum khamar tidak sekaligus, tetapi melalui beberapa tahap, hal ini dimaksudkan agar umat pada saat itu bisa menerima hal tersebut, karena minum khamar sudah menjadi kebiasaan bangsa arab pada saat itu.
Berdasarkan tafsir al-Nur sebab yang melatarbelakangi turunya ayat yang melarang minum khamar adalah ketika rasulullah datang ke Madinah, dan pada saat itu penduduk madinah sedang minum khamar dan makan hasil judi. Kemudian mereka bertanya tentang kedua hal tersebut. Kemudian turunlah ayat sebai berikut:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.

Tafsiran ayat:
kata ( Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi) tafsiranya adalah: mereka bertanya tentang hukum minuk khamar , apakah halal, ataukah haram? Begitu juga dengan menjualnya dan mmbelinya dan yang termasuk kedalam jenis-jenis tasharuf yang menyalahi aturan syara’.
Asy-Syafi’ mengartikan khamar dengan tiap-tiap minuman yang memabukan. Abu Hanifah mengartikan dengan perasan buah anggur yang telah mendidih dan berbuih.
Sedangkan dalam kata
(Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia) ditafsiri sebagai berikut: tegaskan olehmu Ya Muhammad kepada mereka bahwa minum arak menghasilkan dosa karena terdapat berbagai macam kemlaratan dan kerusakan.
Arak menghasilkan berbagai kenlaratan dalam tubuh, jiwa dan juga pada akal bahkan juga dalam harta. Selain itu juga dalam pergaulan manusia satu sama lainya. Diantara kemlarata arak itu:

C. Dasar Hukum Dan Hikmah Larangan
Bagi setiap insan yang berakal sehat, tidak mungkin mengingkari bahaya yang ditimbulkan dari minuman khamar. Lebih-lebih jika memperhatikan firman Tuhan dan Sunnah rasulnya yang menyatakan betapa banyaknya kasus social dalam kehidupan manusia (lebih-lebih masa kini) yang ditimbulkan oleh rusaknya mental, akibat mabuk-mabukan dan rusaknya akal. Dasr hokum ditetapkanya larangan minum berbagai bjenis minuman keras yang memabukan, bukan saja semata-mata adanya ide ketuhanan belaka, akan tetapi lebih dari itu para ahli kesehatanpun telah banyak mengemukakan hasil penelitian social kehidupan manusia, yang membuktikan betapa bahaya yang ditimbulkan umat manusia yang dilanda mabuk.
Menurut ajaran islam, bagi peminum minuman keras, keharaman yang mengakibatkan hukuman had ini ditinjau dari ‘illat (sebab) mabuk. Oleh sebab itu islam mengajarkan agar diperhatikan masalah kadar mabuknya. Menurut Prof. DR Hasbi ash-Siddiqi mengatakan bahwa:
Apabila yang diminum diperkirakan tidak memabukan, seperti perasan yang terbuat dari perasan padi belanda tiada diharamkan. Hal ini mengingat bahwa ‘ilat haram adalah memabukan. Kalau tidak mabuk tentulah tidak haram.
Barangkali inilah yang dipakai dasr penetapan bahwa dikalangan penggemar minuman bier dinegara kita, mengatakan tidak haram, baik pemeluk agama islam maupun non islam.
Sedangkan hikmah dilarangnya minum khamar itu sendiri adalah agar umat manusia tetap memiliki martabat dan nilai-nilai manusia sebagai makhluk Allah yang mulia dan pantas dimuliakan dan dihormati. Dalam rangka atau upaya pelestarian nilai- nilai tinggi manusia terhadap makhluk Tuhan lainya, maka manusia diberi akal. Kemudian diberi ilmu, hidayah agama agar manusia trampil berbuat ihsan. Rusaknya akal akan mengakibatkan rusaknya organ tubuh lainya seperti: lesan, pendengaran, mata, tangan, hati, kelamin dan kaki. Yang kesemuanya ini selalu disebutkan dalam firman Allah . dengan sehatnya akal, berarti seha pula ketujuh organ tubuh tersebut, begitu pula sebaliknya.
Hikmah larangan minum khamar bukan semata-mata suatu kekangan hak asasi manusia, sebab menurut Al-Quran Surat Al-Lail ayat 4-11menjelaskan bahwa Allah telah memberi beberapa kebebasan untuk memilih (limited free-will), denga konsekuensi individual di hari kiamat.adapun indra dan alat badani lainya cukup dijadikan sebagai saksi, seperti yang telah tertuang dalam surat An-Nur:24.
Akibat akal rusak sering timbul anggapan bahwa Islam (dengan ilmu fikihnya) selalu tidak memberikan suatu kebebasan, dengan adanya berbagai larangan, haram, berdosa.

Artikel dari tugas kuliah
Posted by ferry

UNDANG-UNDANG ABORSI

UNDANG-UNDANG BEBAS ABORSI
Sebelumnya kami awali terlebih dahulu sedikit tentang aborsi. Kurang lebih pengertian aborsi disini yaitu menggugurkan kandungan atau mengeluarkan bayi yang ada dalam kandungan sebelum waktunya. Nah apa tujuanannya ...???.
Dizaman yang moderen sekarang ini kebanyakan tujuan dari menggugurkan kandungan yaitu untuk membunuh si cabang bayi yang tak berdosa. Kebanyakan dari pelakunya sekarang ini anak muda, bahkan malah malah para pelajar atau mahasiswa yang tidak bertanggung jawab atas perbuatannya. Orang sekarang bilan ”mau buat ko gak mau nerima”.
Dengan demikian sampai sekarang ini setau penulis artikel ini belum ada ahli aborsi atau bahkan dokter aborsi yang legal untuk menggugurkan kandungan. Seandainya ada pun itu secara tersembunyi, karena pemerintah melarang dan undang undangnya yang menyatakan sah untuk aborsi juga belum ada. Entah belum ada atau gak bakalan ada.
Untuk lebih jelasnya baca keterangan dibawah ini.
Bebas Aborsi di Rancangan Undang-undang Kesehatan
Gizi.net - Peluang interpretasinya, begitu banyak. Maka, Tamsil Linrung, pun menilai ada pasal-pasal di Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang mempunyai peluang disalahgunakan untuk mengesahkan praktik aborsi.

RUU ini adalah inisiatif dari DPR. Sidang Paripurna telah membahasnya, dan akan dibahas intensif secara terbatas di Komisi IX. Menurut Tamsil, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), ada dua pasal yang mempunyai peluang disalahgunakan untuk melegalkan praktik aborsi. Dua pasal itu, yaitu Pasal 73 dan 77. Dua pasal ini memuat ide-ide soal kebebasan reproduksi tanpa paksaan dan kekerasan.

Tamsil menilai pasal-pasal tersebut bersifat multiinterpretasi. Kata Tamsil, wacana soal aborsi dalam RUU ini bermula dari isi pasal 73 soal hak kesehatan remaja. Di pasal itu disebutkan, pemerintah wajib menjamin bahwa remaja dapat memperoleh edukasi dan informasi mengenai kesehatan remaja, termasuk kesehatan reproduksi. Pasal ini, terang dia, masih bersifat umum dan belum secara kuat menggulirkan wacana aborsi.

Menurut Tamsil, pasal 77-lah yang berpotensi mengarah pada legalisasi praktik pengguguran kandungan itu. Pasal 77, yang merupakan penjelasan pasal 73, menerangkan bahwa setiap warga Indonesia berhak untuk memperoleh kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, bebas dari paksaan atau kekerasan (poin a).

Poin-poin berikutnya dari pasal 77 ini memberi penegasan lebih kuat. Disebutkan, bahwa setiap orang mempunyai hak menentukan kehidupan reproduksinya bebas dari diskriminasi, paksaan atau kekerasan (poin b). Setiap orang juga mempunyai hak secara bertanggung jawab menentukan sendiri kapan dan seberapa sering ingin bereproduksi (poin c).

Poin-poin itu, kata Tamsil, memang tak eksplisit menyebut soal pelegalan aborsi. Tapi, menurutnya, pasal-pasal tersebut berpotensi untuk dijadikan justifikasi praktik aborsi. ''Hal itu sudah dilakukan di berbagai negara,'' tutur Tamsil Linrung kepada Republika, Selasa (23/8).

Alasannya, kata Tamsil, lantaran pasal-paasaal itu kelimatnya bersayap, ''sehingga multiinterpretasi.'' Sejauh ini, lanjut Tamsil, draf RUU Kesehatan belum memasuki tahap pembahasan. Bahkan Panitia Kerja (Panja) RUU ini belum dibentuk. ''Baru pemandangan beberapa fraksi saja,'' tuturnya.

Sejauh ini, terangnya, dokter-dokter di Indonesia memang belum memiliki payung hukum untuk melakukan tindakan aborsi terhadap pasien. Namun, dalam berbagai kesempatan, praktik aborsi terus berlangsung terutama untuk menggugurkan kandungan wanita korban kekerasan (perkosaan). Untuk kasus ini, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa, membolehkan praktik aborsi untuk korban pemerkosaan. Meski demikian UU yang berlaku kini tetap melarang aborsi. Dokter atau bidan yang kedapatan melakukan aborsi terancam hukuman penjara tujuh tahun.

Meski demikian, Tamsil berpendapat bahwa praktik aborsi boleh-boleh saja dilakukan, namun dengan pengecualian yang amat ketat. Pengguguran kandungan kelak hanya diperbolehkan bagi wanita korban pemerkosaan. Kata dia, perlu dibuat pasal tersendiri soal itu dan dijelaskan secara tegas. ''Jadi, selain korban pemerkosaan tak boleh aborsi,'' imbuhnya.

Menurut Tamsil, pasal-pasal yang dimungkinkan akan dijadikan sebagai alat untuk melegalkan praktik aborsi akan diubah. ''Dalam pandangan fraksi-fraksi, banyak fraksi yang sepakat ada klausul khusus soal aborsi terbatas,'' kata Tamsil.

Realitas aborsi, menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Farid Anfasa Muluk, merupakan dilema yang amat pelik di masyarakat. Di satu sisi, aborsi bertentangan dengan moralitas dan etika, namun pada kenyataannya praktik ini tak terhindarkan. Menurut Farid, banyak remaja atau ibu-ibu rumah tangga --karena himpitan ekonomi misalnya-- hamil di luar keinginan, lalu diaborsi.

''Celakanya, aborsi ini dilakukan oleh tenaga-tenaga tidak profesional, seperti dukun. Dampaknya terbukti amat serius. Mereka mengalami infeksi bahkan kematian maternal,'' tuturnya sembari menyatakan bahwa kasus-kasus seperti itu banyak terjadi. Padahal, kata Farid, jika aborsi dilakukan oleh tenaga kedokteran yang profesional, maka risiko ini bisa jauh dieliminasi.

Farid menegaskan bahwa IDI tidak mendorong legalisasi praktik aborsi. Hanya, masalah ini terus menjadi dilema dan masyarakat berpotensi menjadi korban. Di sisi lain, UU juga dituntut memberikan jawaban atas persoalan masyarakat. ''Jawaban sementara saya, aborsi boleh dilakukan tapi dengan amat terbatas,'' terang dia.

Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, menyatakan belum mengetahui adanya pasal-pasal menyangkut soal aborsi pada RUU Kesehatan. Kata Siti, draf RUU tersebut bukan usulan dari Depkes, tapi mungkin usulan masyarakat yang disampaikan ke DPR.

''Saya tidak tahu dan belum baca RUU tersebut. Jadi saya tidak bisa berkomentar apa-apa. Saya malah nggak percaya kalau aborsi diperbolehkan,'' tutur dia kepada Republika, Selasa (23/8) usai Rakor Kesra di Gedung Menko Kesra, Jakarta.

(Copyed : Farid wahid )
Sumber: http://www.republika.co.id

hukum jual beli saham

JUAL BELI SAHAM DALAM PANDANGAN ISLAM
Pengantar
Sekarang ini banyak masyarakat khususnya para pembisnis melakukan jual beli saham. Biasanya jual belisaham ini digunakan untuk kepentingan perusahannya masing masing. Padahal dalam islam perbuatan seperti ini menjadi perdebatan para ahli fiqh. Yaitu mendebatkan masalah bagaumana hukumnya bermain saham dalam islam. Nah sebenarnya bagaimana sich....??? mau tau....????. Cari ilmu sedalam mungkin....???
Ketika kaum muslimin hidup dalam naungan sistem Khilafah, berbagai muamalah mereka selalu berada dalam timbangan syariah (halal-haram). Khalifah Umar bin Khaththab misalnya, tidak mengizinkan pedagang manapun masuk ke pasar kaum muslimin kecuali jika dia telah memahami hukum-hukum muamalah. Tujuannya tiada lain agar pedagang itu tidak terjerumus ke dalam dosa riba. (As-Salus, Mausu'ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu'ashirah, h. 461).
Namun ketika Khilafah hancur tahun 1924, kondisi berubah total. Kaum muslimin makin terjerumus dalam sistem ekonomi yang dipaksakan penjajah kafir, yakni sistem kapitalisme yang memang tidak mengenal halal-haram. Ini karena akar sistem kapitalisme adalah paham sekularisme yang menyingkirkan agama sebagai pengatur kehidupan publik, termasuk kehidupan ekonomi. Walhasil, seperti kata As-Salus, kaum muslimin akhirnya hidup dalam sistem ekonomi yang jauh dari Islam (ba’idan ‘an al-Islam), seperti sistem perbankan dan pasar modal (burshah al-awraq al-maliyah) (ibid., h. 464). Tulisan ini bertujuan menjelaskan fakta dan hukum seputar saham dan pasar modal dalam tinjauan fikih Islam.
Fakta Saham
Saham bukan fakta yang berdiri sendiri, namun terkait pasar modal sebagai tempat perdagangannya dan juga terkait perusahaan publik (perseroan terbatas/PT) sebagai pihak yang menerbitkannya. Saham merupakan salah satu instrumen pasar modal (stock market).
Dalam pasar modal, instrumen yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti saham dan obligasi, serta berbagai instrumen turunannya (derivatif) yaitu opsi, right, waran, dan reksa dana. Surat-surat berharga yang dapat diperdagangkan inilah yang disebut "efek" (Hasan, 1996).
Saham adalah surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Dalam Keppres RI No. 60 tahun 1988 tentang Pasar Modal, saham didefinisikan sebagai "surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Staatbald No. 23 Tahun 1847)." (Junaedi, 1990). Sedangkan obligasi (bonds, as-sanadat) adalah bukti pengakuan utang dari perusahaan (emiten) kepada para pemegang obligasi yang bersangkutan (Siahaan & Manurung, 2006).
Selain terkait pasar modal, saham juga terkait PT (perseroan terbatas, limited company) sebagai pihak yang menerbitkannya. Dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pasal 1 ayat 1, perseroan terbatas didefinisikan sebagai "badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham," Modal dasar yang dimaksud, terdiri atas seluruh nilai nominal saham (ibid., pasal 24 ayat 1).
Definisi lain menyebutkan, perseroan terbatas adalah badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak, serta kewajiban para pendiri maupun pemiliknya (M. Fuad, et.al., 2000). Jadi sesuai namanya, keterlibatan dan tanggung jawab para pemilik PT hanya terbatas pada saham yang dimiliki.
Perseroan terbatas sendiri juga mempunyai kaitan dengan bursa efek. Kaitannya, jika sebuah perseroan terbatas telah menerbitkan sahamnya untuk publik (go public) di bursa efek, maka perseroan itu dikatakan telah menjadi "perseroan terbatas terbuka" (Tbk).
Fakta Pasar Modal
Pasar modal adalah sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan modal (pihak investor) dengan orang yang membutuhkan modal (pihak issuer/emiten) untuk mengembangkan investasi. Dalam UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasar modal didefinisikan sebagai "kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek." (Muttaqin, 2003).
Para pelaku pasar modal ini ada 6 (enam) pihak, yaitu :
(1). Emiten, yaitu badan usaha (perseroan terbatas) yang menerbitkan saham untuk menambah modal, atau menerbitkan obligasi untuk mendapatkan utang dari para investor di Bursa Efek.
(2). Perantara Emisi, yang meliputi 3 (tiga) pihak, yaitu : a. Penjamin Emisi (underwriter), yaitu perusahaan perantara yang menjamin penjualan emisi, dalam arti jika saham atau obligasi belum laku, penjamin emisi wajib membeli agar kebutuhan dana yang diperlukan emiten terpenuhi sesuai rencana; b. Akuntan Publik, yaitu pihak yang berfungsi memeriksa kondisi keuangan emiten dan memberikan pendapat apakah laporan keuangan yang telah dikeluarkan oleh emiten wajar atau tidak.c. Perusahaan Penilai (appraisal), yaitu perusahaan yang berfungsi untuk memberikan penilaian terhadap emiten, apakah nilai aktiva emiten wajar atau tidak.
(3). Badan Pelaksana Pasar Modal, yaitu badan yang mengatur dan mengawasi jalannya pasar modal, termasuk mencoret emiten (delisting) dari lantai bursa dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan pasar modal. Di Indonesia Badan Pelaksana Pasar Modal adalah BAPEPAM (Badan Pengawas dan Pelaksana Pasar Modal) yang merupakan lembaga pemerintah di bawah Menteri Keuangan.
(4). Bursa Efek, yakni tempat diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan oleh suatu badan usaha. Di Indonesia terdapat dua Bursa Efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dikelola PT Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang dikelola oleh PT Bursa Efek Surabaya.
(5). Perantara Perdagangan Efek. Yaitu makelar (pialang/broker) dan komisioner yang hanya lewat kedua lembaga itulah efek dalam bursa boleh ditransaksikan. Makelar adalah perusahaan pialang (broker) yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan orang lain dengan memperoleh imbalan. Sedang komisioner adalah pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan sendiri atau untuk orang lain dengan memperoleh imbalan.
(6). Investor, adalah pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk efek di bursa efek dengan membeli atau menjual kembali efek tersebut (Junaedi, 1990; Muttaqin, 2003; Syahatah & Fayyadh, 2004).
Dalam pasar modal, proses perdagangan efek (saham dan obligasi) terjadi melalui tahapan pasar perdana (primary market) kemudian pasar sekunder (secondary market). Pasar perdana adalah penjualan perdana saham dan obligasi oleh emiten kepada para investor, yang terjadi pada saat IPO (Initial Public Offering) atau penawaran umum pertama. Kedua pihak yang saling memerlukan ini tidak bertemu secara dalam bursa tetapi melalui pihak perantara seperti dijelaskan di atas. Dari penjualan saham dan efek di pasar perdana inilah, pihak emiten memperoleh dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya.
Sedangkan pasar sekunder adalah pasar yang terjadi sesaat atau setelah pasar perdana berakhir. Maksudnya, setelah saham dan obligasi dibeli investor dari emiten, maka investor tersebut menjual kembali saham dan obligasi kepada investor lainnya, baik dengan tujuan mengambil untung dari kenaikan harga (capital gain) maupun untuk menghindari kerugian (capital loss). Perdagangan di pasar sekunder inilah yang secara reguler terjadi di bursa efek setiap harinya.
Jual Beli Saham dalam Pasar Modal Menurut Islam
Para ahli fikih kontemporer sepakat, bahwa haram hukumnya memperdagangkan saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman keras, bisnis babi dan apa saja yang terkait dengan babi, jasa keuangan konvensional seperti bank dan asuransi, dan industri hiburan, seperti kasino, perjudian, prostitusi, media porno, dan sebagainya. Dalil yang mengharamkan jual beli saham perusahaan seperti ini adalah semua dalil yang mengharamkan segala aktivitas tersebut. (Syahatah dan Fayyadh, Bursa Efek : Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal, hal. 18; Yusuf As-Sabatin, Al-Buyu’ Al-Qadimah wa al-Mu’ashirah wa Al-Burshat al-Mahalliyyah wa Ad-Duwaliyyah, hal. 109).
Namun mereka berbeda pendapat jika saham yang diperdagangkan di pasar modal itu adalah dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, misalnya di bidang transportasi, telekomunikasi, produksi tekstil, dan sebagainya. Syahatah dan Fayyadh berkata,"Menanam saham dalam perusahaan seperti ini adalah boleh secara syar’i...Dalil yang menunjukkan kebolehannya adalah semua dalil yang menunjukkan bolehnya aktivitas tersebut." (Syahatah dan Fayyadh, ibid., hal. 17).
Tapi ada fukaha yang tetap mengharamkan jual beli saham walau dari perusahaan yang bidang usahanya halal. Mereka ini misalnya Taqiyuddin an-Nabhani (2004), Yusuf as-Sabatin (ibid., hal. 109) dan Ali As-Salus (Mausu'ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu'ashirah, hal. 465). Ketiganya sama-sama menyoroti bentuk badan usaha (PT) yang sesungguhnya tidak Islami. Jadi sebelum melihat bidang usaha perusahaannya, seharusnya yang dilihat lebih dulu adalah bentuk badan usahanya, apakah ia memenuhi syarat sebagai perusahaan Islami (syirkah Islamiyah) atau tidak.
Aspek inilah yang nampaknya betul-betul diabaikan oleh sebagian besar ahli fikih dan pakar ekonomi Islam saat ini, terbukti mereka tidak menyinggung sama sekali aspek krusial ini. Perhatian mereka lebih banyak terfokus pada identifikasi bidang usaha (halal/haram), dan berbagai mekanisme transaksi yang ada, seperti transaksi spot (kontan di tempat), transaksi option, transaksi trading on margin, dan sebagainya (Junaedi, 1990; Zuhdi, 1993; Hasan, 1996; Az-Zuhaili, 1996; Al-Mushlih & Ash-Shawi, 2004; Syahatah & Fayyadh, 2004).
Taqiyuddin an-Nabhani dalam An-Nizham al-Iqtishadi (2004) menegaskan bahwa perseroan terbatas (PT, syirkah musahamah) adalah bentuk syirkah yang batil (tidak sah), karena bertentangan dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Kebatilannya antara lain dikarenakan dalam PT tidak terdapat ijab dan kabul sebagaimana dalam akad syirkah. Yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham dari perusahaan atau dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada perundingan atau negosiasi apa pun baik dengan pihak perusahaan maupun pesero (investor) lainnya. Tidak adanya ijab kabul dalam PT ini sangatlah fatal, sama fatalnya dengan pasangan laki-laki dan perempuan yang hanya mencatatkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil, tanpa adanya ijab dan kabul secara syar’i. Sangat fatal, bukan?
Maka dari itu, pendapat kedua yang mengharamkan bisnis saham ini (walau bidang usahanya halal) adalah lebih kuat (rajih), karena lebih teliti dan jeli dalam memahami fakta, khususnya yang menyangkut bentuk badan usaha (PT). Apalagi, sandaran pihak pertama yang membolehkan bisnis saham asalkan bidang usaha perusahaannya halal, adalah dalil al-Mashalih Al-Mursalah, sebagaimana analisis Yusuf As-Sabatin (ibid., hal. 53). Padahal menurut Taqiyuddin An-Nabhani, al-Mashalih Al-Mursalah adalah sumber hukum yang lemah, karena kehujjahannya tidak dilandaskan pada dalil yang qath’i (Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz III (Ushul Fiqih), hal. 437)
Kesimpulan
Menjual belikan saham dalam pasar modal hukumnya adalah haram, walau pun bidang usaha perusahaan adalah halal. Maka dari itu, dengan sendirinya keberadaan pasar modal itu sendiri hukumnya juga haram. Hal itu dikarenakan beberapa alasan, utamanya karena bentuk badan usaha berupa PT adalah tidak sah dalam pandangan syariah, karena bertentangan dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Wallahu a’lam
Oleh : KH. M. Shiddiq al-Jawi

DAFTAR PUSTAKA
Al-Mushlih, Abdullah & Ash-Shawi, Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam (Maa Laa Yasa'u Al-Taajir Jahlahu), Penerjemah Abu Umar Basyir, (Jakarta : Darul Haq), 2004
An-Nabhani, Taqiyuddin, an-Nizham al-Iqtishadi fi Al-Islam, (Beirut : Darul Ummah), Cetakan VI, 2004
As-Sabatin, Yusuf Ahmad Mahmud, Al-Buyu’ Al-Qadimah wa al-Mu’ashirah wa Al-Burshat al-Mahalliyyah wa Ad-Duwaliyyah, (Beirut : Darul Bayariq), 2002
As-Salus, Ali Ahmad, Mausu'ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu'ashirah wa al-Iqtishad al-Islami, (Qatar : Daruts Tsaqafah), 2006
Az-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz IX (Al-Mustadrak), (Damaskus : Darul Fikr), 1996
Fuad, M, et.al., Pengantar Bisnis, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama), 2000
Hasan, M. Ali, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada), 1996
Junaedi, Pasar Modal Dalam Pandangan Hukum Islam, (Jakarta : Kalam Mulia), 1990
Muttaqin, Hidayatullah, Telaah Kritis Pasar Modal Syariah, http://www.e-syariah.org/jurnal/?p=11, 20 des 2003
Siahaan, Hinsa Pardomuan & Manurung, Adler Haymans, Aktiva Derivatif : Pasar Uang, Pasar Modal, Pasar Komoditi, dan Indeks (Jakarta : Elex Media Komputindo), 2006
Syahatah, Husein & Fayyadh, Athiyah, Bursa Efek : Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal (Adh-Dhawabit Al-Syar'iyah li At-Ta'amul fii Suuq Al-Awraq Al-Maliyah), Penerjemah A. Syakur, (Surabaya : Pustaka Progressif), 2004
Tarban, Khalid Muhammad, Bay'u Al-Dayn Ahkamuhu wa Tathbiquha Al-Mu'ashirah (Al-Azhar : Dar al-Bayan Al-'Arabi; Beirut : Dar al-Kutub al-'Ilmiyah), 2003
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta : CV Haji Masagung), 1993